Strategi Militer - Informasi Pertahanan dan Keamanan Indonesia

Strategi Militer - Informasi Pertahanan dan Keamanan Indonesia


Indonesia Berpeluang untuk Dapatkan Kapal Selam Canggih dari Perancis

Posted: 27 May 2014 11:01 PM PDT

Pemerintah Indonesia dan Perancis dalam suatu forum bilateral "Indonesian-French Defense SMEs Bilateral Forum (First Edition)" membahas kemungkinan Indonesia untuk mendapatkan kapal selam dengan teknologi yang sangat canggih (sophisticated).  Hari pertama forum bilateral, Rabu (21/5), diisi dengan seminar tentang "Peluang Kerjasama Industri Pertahanan Indonesia-Perancis dan pembahasan atau diskusi mengenai kapal selam litoral dalam waktu bersamaan (paralel)".


Untuk itulah forum bilateral ini diselenggarakan untuk mengkaji dengan seksama segala kemungkinan teknologi kapal selam litoral ini dalam menutup celah pertahanan Indonesia yang berkaitan dengan peta dan kondisi perairan Indonesia. Apakah memang harus menggunakan kapal selam dalam menjaga laut dangkal atau cukup dengan sarana pertahanan yang lain?

Mengingat dua pertiga wilayah Indonesia adalah perairan, pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pemetaan laut adalah esensial. Bagaimana keadaan hidrografi, tingkat kedalaman, kuat dan arah arus setiap musim dan perubahannya harus dipelajari dengan seksama dalam konteks pertahanan.


Hal ini akam melahirkan operation requirement baik untuk laut dangkal dan laut dalam. Misalnya laut yang dangkal akan menuntut kelincahan atau manuver dari kapal selam untuk menghindari pemantauan atau deteksi dari udara sehingga timbullah kekhususan operasional. Oleh karena itu maka dalam menghitung postur kemampuan perang tidak hanya berdasarkan kekuatan an sich tetapi juga berdasarkan kemampuan dan gelar.

Sementara itu ketua delegasi Perancis Admiral (Navy) Jean Claudelle dalam kesempatan tersebut menyatakan bahwa Perancis merupakan salah satu negara di Eropa yang sangat mendukung industri pertahanan yang berdasarakan pada sistem pertahanan otonomi dan kedaulatan. Dalam 50 tahun terakhir ini bidang industri dan peralatan pertahanan serta persenjataan Perancis menjadi hal yang sangat penting.

Hal ini memberikan peluang bagi pemerintah Perancis dan industri pertahanannya kemampuan untuk mengembangkan peralatan dan semua spesifikasi operasionalnya seperti untuk angkatan laut, angkatan udara, helikopter, satelit, missile antar negara dan antar benua.

Seperti diketahui kekuatan persenjataan dan pertahanan Perancis saat ini tersebar di Afrika Selatan, Mali, Guinea dan benua Afrika secara otonom dengan mitra atau partner  Perancis tanpa melibatkan kekuatan besar atau super power lainnya. Kemampuan ini menjadi suatu hal yang unik di benua Eropa. Diharapkan hal ini dapat menarik Indonesia sebagai partner Perancis yang menganggap kedaulatan wilayah sebagai sesuatu yang penting. 

Seminar yang diselenggarakan Kemhan RI dan The French Defense Procurement Agency (DGA) diikuti oleh berbagai perusahaan yang bergerak di bidang industri pertahanan Perancis seperti Airbus Helicopters, DCNS, EADS, MBDA Missile Systems, Thales dan perusahaan terkemuka Perancis lainnya. Pada hari kedua rangkaian kegiatan, Kamis (22/5), delegasi peserta dari Perancis bertolak ke Bandung untuk mengunjungi PT Pindad dan PT Dirgantara Indonesia.  (DMC)

Ini Dia Produk-produk Militer yang akan Dibuat RI di Masa Depan

Posted: 27 May 2014 09:35 PM PDT

Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menggandeng Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengembangkan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) di masa depan. Langkah ini untuk menciptakan kemandirian pemenuhan alutsista dari industri pertahanan dalam negeri.
 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOkKtX0Au64te6X3h8Z-xS6XET8jwzLHWNcuxMDHYKcf5C7cxSN-6mxQclJnLA0nIAEJw5iv-L0bd8t2nPIcsQmVDvIkfSpTmZ6Y91jigcov9lGoEHm1AQ09QQ4FIt0uZk5dzduzokg3vA/s640/kai-kf-x-01.jpg
 

Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Badan Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Silmy Karim mengatakan pemerintah Indonesia memiliki 7 program penguasaan alutsista. Program tersebut sedang dan terus berlangsung, termasuk melibatkan negara asing dan BUMN Indonesia.

"Jadi program nasional ada 7. Pertama produksi propelan (bahan baku roket), tank (medium), kapal selam, IFX (jet tempur), misil, roket, fregate. Itu 7 program masih berjalan," kata Silmy di Kementerian Pertahanan Jakarta, Senin (26/5/2014).


BUMN strategis yang digandeng antara lain: PT Dahana (Persero), PT PAL (Persero), PT Pindad (Persero), PT Dirgantara Indonesia (Persero) hingga PT LEN (Persero). Upaya menggandeng BUMN agar ada transfer teknologi dari negara mitra terhadap BUMN strategis.

Pengembangan alutsista di dalam negeri juga memiliki banyak manfaat. Disamping menghidupkan industri pertahanan dalam negeri, juga mampu menghemat devisa dan pajak akibat impor alutsista per tahun.

"Yang jelas anggaran pertahanan kisarannya meningkat terus. Setidaknya 30% untuk belanja alutsista. Keunggulan lain dari sektor pajak, alih teknologi, penguasaan SDM, kemudian kemandirian alutsista," jelasnya.

Produk-produk yang dikembangkan dan sedang berjalan seperti medium tank. Pengembangan medium tank ini melibatkan PT Pindad dan pemerintah Turki. Turki dinilai memiliki kapasitas mengembangkan dan memproduksi medium tank canggih.

"Ini progres dengan Turki. Turki punya ahli. Dia punya perusahaan ahli bikin tank," jelasnya.

Sedangkan untuk kapal perang, RI melalui PAL menggandeng perusahaan Belanda mengembangkan dan memproduksi kapal jenis Perusak Kawal Rudal (PKR) atau Fregate. PAL juga berkerjasama dengan Korea Selatan mengembangkan dan memproduksi kapal selam di Surabaya, Jawa Timur.

Selain kapal, program lainnya adalah pengembangan jet tempur. Untuk pengembangan ini, Indonesia menggendeng Korea Selatan. Program tersebut bernama Korea Fighter experiment/Indonesia Fighter experiment (KFX/IFX). Pesawat tempur ini merupakan generasi 4.5 atau pesaing dari F16 versi terbaru. Pengembangan ini melibatkan PT Dirgantara Indonesia. (Detik)

Pabrik Baru Dahana Produksi 1.500 Ton Amunisi/Tahun

Posted: 27 May 2014 09:08 PM PDT

Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Silmy Karim mengatakan, dengan adanya pembangunan pabrik propelan pertama di Indonesia yang dilakukan oleh PT Dahana (Persero) melalui kerja sama dengan Eurenco dan Roxel yang berasal dari Prancis. Mampu menghemat devisa sebesar Rp1 triliun per tahunnya.

Pabrik Baru Dahana Produksi 1.500 Ton Amunisi/Tahun

"Penghematannya jelas signifikan, kurang lebih kalau diperkirakan dengan proyeksi 5 tahun ke depan mendekati angka Rp1 triliun per tahunnya, sehingga ini salah satu hal yang istimewa," kata Silmy usai konferensi pers di Balai Media Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).

Silmy menjelaskan, selama ini Indonesia untuk mendapatkan bahan baku persenjataan atau propelan dilakukan dengan cara 100 persen impor dari negara Belgia.


"Selama ini kita impor dari Belgia, kita berharapkan kemandirian. Betul 100 persen kita impor," tambahnya.

Oleh karena itu, dengan adanya pabrik propelan yang pertama di Indonesia ini, ditujukan sebagai melengkapi kebutuhan dalam negeri akan amunisi persenjataan yang setiap tahunnya terus mengalami peningkatan kebutuhan.

"Untuk memenuhi kebutuhan Indonesia lima tahun ke depan, sesuai dengan rencana strategis yang ditetapkan Kemenhan. Ini semakin hari semakin baik lah prosesnya," tukas dia.



Alasan Pembangunan Pabrik Propelan di Subang

Kementerian Pertahanan (Kemenhan) baru saja menjadi saksi penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama yang dilakukan oleh PT Dahana (Persero) dengan Eurenco dan Roxel yang berasal dari Prancis. Penandatanganan kerjasama ini mengenai pembangunan pabrik propelan di Subang, Jawa Barat.

Direktur Utama PT Dahana (Persero), Harry Sampurno mengungkapkan alasan mengapa pemerintah setuju pembangunan pabrik propelan tersebut di area sekitar perusahaan Dahana.

"Kebetulan Subang itu sudah disiapkan sejak 20 tahun, kenapa subang karena infrastrukturnya terbangun," kata Harry di Balai Media Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).

Tidak hanya infrastruktur, pemilihan Subang sebagai lokasi dibangunnya pabrik propelan ini juga lantaran terpaku dengan bahan baku dasar yang lain, sudah tersedia, dan tidak bisa dilakur atau pemindahan ke lokasi lain.

"Ada komponen bahan baku seperti asam nitrat 98 persen yang tidak ditransfer dan tidak bisa diimpor, makanya kita bangun disana (Subang)," tambahnya.

Menurut Harry, dirinya sama sekali tidak mengkhawatirkan soal defisit listrik yang akan terjadi di Pulau Jawa. Dirinya mengungkapkan, pembangunan pabrik propelan ini tidak banyak menghabiskan energi listrik.

"Energi listriknya tidak terlalu besar, dan kita menggunakan PLTA jati besar yang 2 tahun lagi, dan Subang yang 10 tahun lagi selesai," ungkapnya.

Tidak hanya itu, pemilihan dua perusahaan asal Prancis ini juga lantaran pada 2011 silam sudah melakukan kerjasama yang konteksnya lebih besar dibandingkan perjanjian pembangunan pabrik.

"Kita juga melihatnya karena mereka itu pemilik teknologi yang tercanggih," tukas dia. 



Pabrik Baru Dahana Produksi 1.500 Ton Amunisi/Tahun

PT Dahana (Persero) ditunjuk oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk membangun pabrik propelan atau bahan baku amunisi persenjataan Indonesia.

Direktur Utama PT Dahana (Persero), Harry Sampurno mengungkapkan, pabrik propelan yang dibangun di luas lahan 50 hektare serta membutuhkan investasi sekitar 400 juta euro, diproyeksikan akan mampu memproduksi propelan 1.500 ton setiap tahunnya.

"Kapasitasnya 1.500 ton per tahun," kata Harry usai konferensi pers di Balai Media Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).

Harry mengungkapkan, pembangunan pabrik propelan ini merupakan sebagai pabrik propelan pertama yang dimiliki Indonesia. "Pabrik ini kita sudah bercita-cita dari 20 tahun lalu," tambahnya.

Harry mengungkapkan, meski terbilang sebagai pabrik propelan pertama di Indonesia, akan tetapi dirinya tidak menutup kemungkinan untuk melakukan ekspor propelan kepada negara lain yang membutuhkan.

"Kalau lebih diserap kesemua negara yang produksi peluru," tukas dia.

Diketahui, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) baru saja menjadi saksi penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama yang dilakukan oleh PT Dahana (Persero) dengan Eurenco dan Roxel yang berasal dari Francis. Penandatanganan kerjasama ini mengenai pembangunan pabrik propelan di Subang, Jawa Barat.

Adapun, penandatanganan MoU pembangunan pabrik propelan ini dilakukan oleh Direktur Utama PT Dahana (Persero) Harry Sampurno, Senior VP Bussines Development Jean Claude dan CEO Roxel France Jacques Desclaux yang disaksikan oleh Plt. Dirjen Pothan Kemhan Timbul Siahaan, Direktur Teknologi Industri Pertahanan (Dirtekindhan) Kemhan Brigjen TNI Zaelan Arifin, dan Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga, Silmy Karim. (Okezone)

Ketika Hacker Lebih Menakutkan Ketimbang Teroris

Posted: 27 May 2014 08:50 PM PDT

Masih ingat isu peretasan terhadap data kartu debit nasabah bank yang terjadi pertengahan Mei tahun ini? Sebanyak 1.204 kartu debit diduga digandakan dan sebanyak 6 ATM kemungkinan besar pernah dipasang skimmer.

Ketika Hacker Lebih Menakutkan Ketimbang Teroris

Hacker berupaya menyusup ke sistem pengamanan kartu nasabah bank tersebut. Namun, bank bertindak cepat dengan melakukan pemblokiran ribuan kartu debit itu.

Aksi hacker tidak hanya menimbulkan kekhawatiran di Indonesia, tapi juga di berbagai negara di dunia. Survei terbaru menunjukkan bahwa warga Amerika pun takut terhadap hacker. Bahkan, hampir setengah responden dalam survei menganggap hacker lebih berbahaya dari teroris.


Banyak negara, termasuk Indonesia, menganggap kemampuan hacker yang dapat menyusup ke dalam sistem keamanan komputer merupakan aksi yang berbahaya bagi keamanan negara, bahkan ekonomi dunia. Peretasan ke sistem perbankan, pertahanan, dan keuangan negara merupakan ancaman yang serius.

Di Indonesia, aksi peretasan itu bukanlah yang pertama. Negara ini telah berkali-kali disusupi hacker. Terutama menargetkan institusi keuangan dan website pemerintah. 

Informasi penting perusahaan perbankan dan data nasabah berhasil dicuri, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap internet perbankan. Parahnya, kasus dilakukan oleh para hacker yang tidak berada di Indonesia, melainkan luar negeri.

Bahkan, masa yang telah lewat pernah menghadapkan Indonesia pada aksi penyadapan, mata-mata, hingga isu perang siber. April 2013, Wakil Kepala Kepolisian RI, Komjen Nanan Sukarna mengatakan bahwa aksi peretasan di dunia maya bisa sangat membahayakan.

Sebab, ujar Nanan, jika yang diretas adalah perbankan, akan membahayakan perekonomian negara. Bahkan, kecanggihan teknologi saat ini telah mampu menghubungkan komputer dengan mesin-mesin perang yang bisa diretas dan dikendalikan sesuai dengan keinginan para hacker yang tidak bertanggung jawab.

Akhir tahun lalu, perusahaan monitoring internet Akamai menemukan fakta bahwa kejahatan internet di Indonesia meningkat dua kali lipat. Angka ini menempatkan Indonesia di posisi pertama negara berpotensi menjadi target hacker, menggantikan Tiongkok.

Dari 175 negara yang diinvestigasi, Indonesia berkontribusi sebanyak 38 persen dari total sasaran trafik hacking di internet. Angka ini meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan internet di Indonesia. Namun, menurut David Belson dari Akamai Research, kecepatan internet tidak memiliki hubungan dengan potensi besar kejahatan internet yang mengancam Indonesia. "Aksi hacking lebih dikarenakan lemahnya sistem keamanan internet dan komputer di Indonesia," ujar Belson kala itu.

Amerika Pun Takut Hacker

Ketakutan terhadap aksi hacker tidak hanya menjangkiti satu negara. Data terbaru dari Unysis lewat Annual Security Index menunjukkan aksi hacker yang meretas data kartu kredit dan informasi nasabah keuangan merupakan hal yang paling ditakuti oleh warga Amerika ketimbang aksi terorisme.

Lebih dari 1.000 orang dilibatkan dalam survei ini dan sebanyak 500 orang sangat mengkhawatirkan data keuangan mereka jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Angka ini meningkat dua kali lipat dibanding survei yang dilakukan tahun lalu.

Heartbleed Bug, virus Blackshades, peretasan sistem informasi eBay, dan lainnya merupakan tiga di antara banyaknya kasus hacking yang menghantui warga Amerika.

Akamai research menunjukkan bahwa aksi pencurian data kartu kredit nasabah atau penyalahgunaannya menjadi kekhawatiran sekitar 59 persen dari 1.000 responden, sedangkan aksi pencurian identitas pribadi cukup mengkhawatirkan sekitar 57 persen responden. Untuk urusan terorisme dan perang, hanya 47 persen responden yang merasa takut.

Jika data Akamai benar, AS yang memiliki teknologi jauh lebih mumpuni dibanding Indonesia dengan Silicon Valley-nya, tempat lahirnya Google, Microsoft, Yahoo, Apple, dan sederet perusahaan teknologi terkenal lainnya, ternyata memiliki kekhawatiran yang cukup besar terhadap aksi hacker.

Berujung Perang Siber
Yang dikatakan Komjen Nanan Sukarna saat itu ada benarnya. Hacker bisa melakukan apa pun dengan meretas komputer dan sistem informasi yang ditargetkan. Kelemahan sistem informasi dan keamanan internet perbankan di Indonesia maupun pemerintah memang menjadi PR tersendiri.

Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono, mengungkapkan, semakin canggih produk-produk TI perbankan, semakin besar keamanan yang harus menjadi perhatian bank.

"Karena itu, bagaimana menyeimbangkan antara memberikan pelayanan dan keamanan. Apalagi pelaku kejahatan selalu mempelajari kelemahan sebuah sistem TI, dan mereka bergilir untuk memanfaatkannya. Itu tantangannya," ujar Sigit.

Data Bank Indonesia menunjukkan, tingkat kejahatan perbankan (fraud) cukup tinggi. Dua tahun lalu saja, lebih 1.000 kasus fraud yang dilaporkan dengan nilai kerugian mencapai miliaran rupiah. Jenis fraud paling banyak adalah pencurian identitas dan card not present (tanpa menggunakan kartu). Jika berlanjut, bukan tidak mungkin ekonomi Indonesia akan goncang.

Apalagi keahlian para hacker tidak hanya terbatas pada meretas sistem keamanan perbankan, tapi juga sistem komputer pemerintah, mengambil informasi penting negara, memata-matai kebijakan pemerintah. Bahkan, yang paling menyeramkan adalah meretas komputer pertahanan suatu negara yang memiliki senjata penghancur massal dan mengadu domba antar negara, sehingga menyebabkan perang siber maupun perang di dunia nyata.

Untungnya, menurut penjelasan hacker Indonesia, Jim Geovedi dalam situsnya, belum pernah ada negara yang secara resmi mengumumkan perang siber. Menurut dia, jika mengikuti teori yang benar, ada beberapa hal yang harus ada dalam perang siber. Perang siber akan memakan korban, harus memiliki tujuan, dan bersifat politik.

"Perang siber akan menimbulkan korban jiwa. Dalam hal ini serangan terhadap sistem komputer yang sangat berbahaya dan menimbulkan jatuhnya korban jiwa. Jika hanya menimbulkan kerugian material, sebuah aksi ekonomi pun bisa menimbulkan kerugian dalam jumlah besar. Oleh karena itu kerugian material belum bisa menjadi indikasi terjadinya sebuah perang siber," tulis Jim Geovedi.

Pertahanan Indonesia

Dalam presentasi Vice Excecutive Chairman Dewan TIK Nasional (Detiknas), Prof. Zainal Hasibuan yang bertajuk Indonesia National Cyber Security Strategy: Security and Sovereignty in Indonesia Cyberspace, dikenali tiga dimensi yang merupakan bagian dari ancaman siber, yaitu virus komputer, worm, dan hacking.

Ancaman ini, menurut Profesor Zainal, berpotensi menghancurkan ekonomi dan membuat keamanan negara menjadi tidak stabil. Dipaparkannya, data dari Kementerian Kominfo pada April 2013 menunjukkan, selama 3 tahun terakhir, setidaknya ada 3,9 juta serangan mengarah ke siber Indonesia. Bahkan pada Januari hingga Oktober 2012, data ID-SIRTII mengungkapkan, website pemerintahan tergolong sebagai sasaran paling empuk.

Dijelaskan Profesor Zainal, setidaknya ada 8 tantangan dan halangan bagi keamanan siber nasional.

Pertama adalah tidak teritegrasinya visi keamanan siber. Selain itu, undang-undang dan aturan siber yang tidak lengkap, kurang sinerginya pemerintah dan organisasi keamanan siber nasional, dan lemahnya koordinasi antarlembaga.

Selanjutnya, tidak adanya standar dan mekanisme perlindungan infrastruktur ICT yang penting, tidak terintegrasinya aplikasi, data dan infrastruktur keamanan informasi, kuantitas dan kualitas SDM yang terbatas, dan kurangnya kesadaran akan keamanan informasi.

Untuk bertahan dari kemungkinan serangan-serangan siber, Indonesia telah bersiap dengan mendirikan beberapa organisasi pertahanan dunia maya dan membuat aturan hukum yang jelas terkait kejahatan dunia maya. ID-SIRTII salah satunya.

Lahir pada 2007 melalui Peraturan Menteri Kominfo No.26/PER/M.Kominfo/5/2007. ID-SIRTII, yang merupakan kepanjangan dari Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure. Organisasi ini merupakan benteng pertahanan Indonesia terhadap serangan dunia maya.

Tugasnya adalah memonitor dan mendeteksi ancaman jaringan internet di Indonesia, mengamankan data center Indonesia, berperan sebagai digital forensik untuk kepentingan hukum, penolong masyarakat terkait insiden internet yang siap siaga, edukator dan konsultan untuk simulasi dan sosialisasi untuk menghindari masyarakat dari kejahatan internet.

ID-SIRTII bisa dibilang sebagai benteng pertahanan pertama yang sifatnya nasional. Sementara itu, untuk perusahaan dan instansi harusnya memiliki benteng pertahanan sendiri.

Di negara luar, benteng pertahanan yang dimiliki masing-masing instansi/perusahaan bernama C-SIRT  (Computer Security Incident Response Team) dan CERT (Computer Emergency Response Team). Fungsinya hampir sama, menangani keamanan data sebuah lembaga yang lingkupnya lebih kecil dari ID-SIRTII. Selain itu juga ada GovCERT dan ID-CERT.

Sayangnya, ditulis Profesor Zainal, baik ID-SIRTII, GovCERT dan ID-CERT hanya bertindak mengurusi operasional dan teknis tanpa taktik dan strategi. Seperti halnya negara lain seperti Australia atau Inggris yang memiliki Office of Cyber Security (OCS) untuk urusan strategi dan Cyber Security Operations Center untuk level  taktik.

"Oleh karena itu perlu dibentuk juga National Cyber Security atau Organization of Indonesia National Cyber Security (I-NCS) di Indonesia," tulis Prof. Zainal.

Kembali pada pertanyaan, jika Amerika sebagai negara adidaya saja takut dengan keberadaan hacker, bukankah Indonesia seharusnya merasa lebih takut dan bersiap diri menghadapi kemungkinan yang terburuk akibat tingkah hacker? (VivaNews)

No comments