Strategi Militer - Informasi Pertahanan dan Keamanan Indonesia

Strategi Militer - Informasi Pertahanan dan Keamanan Indonesia


Penjelasan Pemerintah Soal Kabar WNI Jadi Warga Malaysia

Posted: 16 Nov 2014 07:54 PM PST

Kabar mengenai eksodus warga sejumlah desa di Kecamatan Lumbis Ogung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, ke wilayah Sabah, Malaysia, dibantah Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno.


"Tidak ada masalah, jadi memang masyarakat sana (Nunukan) bersaudara dengan yang ada di Malaysia," kata Tedjo di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Minggu 16 November 2014 malam.

Dia menambahkan, antara Indonesia dengan Malaysia di daerah Nunukan, memang tidak ada pembatas yang menonjol.

"Hanya patok. Kalau di sana (Nunukan) kalau ada acara, ya mereka bersama-sama satu rombongan, satu keluarga ya sama-sama. Jadi kalau dikatakan eksodus, enggak," tuturnya.


Dia pun mengakui, belum ada pembangunan di wilayah Nunukan yang berbatasan dengan Malaysia itu.

"Di wilayah perbatasan ini, di wilayah kita, memang belum ada pembangunan apa-apa. Tapi Malaysia juga hanya kebun. Sehingga orang-orang kita ini kerja di sana, belanja di sana (Malaysia)," imbuhnya.

Pemerintah, kata dia, berencana membangun perbatasan di sana.

"Kita harus mendorong, pemerintah, bangun perbatasan menjadi halaman depan Republik ini. Jadi tidak ada ketimpangan antara pihak Malaysia dan Indonesia. Klaim bisa saja terjadi, tapi bisa dibicarakan bersama. Patoknya masih ada di sana. Tetap disepakati," ungkapnya.

Dia pun membantah ada klaim pihak Malaysia terhadap daerah di Nunukan.

"Tidak diklaim. Tapi bisa terjadi karena hutan dan perkebunan masuk, nanti bisa kita tertibkan," pungkasnya.


Panglima TNI Bantah Ada WNI Jadi Warga Malaysia

Panglima TNI Jenderal Moeldoko membantah kabar mengenai eksodus warga sejumlah desa di Kecamatan Lumbis Ogung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, ke wilayah Sabah, Malaysia.

"Tidak, hanya ada acara, itu kemarin sudah dijelaskan oleh Menteri Pertahanan," kata Moeldoko di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Minggu 16 November 2014 malam.

Dia mengatakan, masyarakat tradisional di Nunukan memiliki hubungan secara biologis.

"Bisa ya ke Malaysia, bukan ke Indonesia. Jadi bukan situasi yang kejadian yang istimewa tidak, kebetulan ada acara keluarga di sebelah, sebentar lagi geser ke kita. Sudah gitu saja," tuturnya.

Oleh karena itu, dia membantah bahwa warga Nunukan eksodus ke Malaysia karena ditelantarkan di tanah air alias tak diperhatikan pemerintah.

Maka itu, kata dia, warga Nunukan itu hingga saat ini masih berkewarganegaraan Indonesia. "Tetap WNI (Warga Negara Indonesia)," pungkasnya. (Sindo)

Respons Panglima TNI Soal Anggota Polri Jadi Paspampres

Posted: 16 Nov 2014 07:51 PM PST

Panglima TNI Jenderal Moeldoko angkat bicara mengenai adanya anggota Polri yang menjadi Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Dia berpendapat, anggota Polri yang diperbantukan menjadi Paspamres memiliki posisi yang berbeda.


Respons Panglima TNI Soal Anggota Polri Jadi Paspampres

"Oh posisinya beda, posisinya nanti kita lihat, posisinya mungkin tidak di struktur pasukan. Ya gitu, strukturnya di bawah struktur Panglima TNI," Moeldoko di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Minggu 16 November 2014 malam.

Adapun rencana mengenai sejumlah anggota Polri yang diperbantukan di Paspasmpres, kata dia, masih menunggu perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).


Sejauh ini, kata dia, belum ada rencana menempatkan sejumlah anggota Polri di Paspampres.

"Saya belum tahu, ada hal-hal khusus itu otoritas ya, kalau dari presiden ya bisa," imbuhnya.

Seperti diketahui, beberapa waktu yang lalu sempat beredar foto kartu tanda pengenal tujuh anggota Polri yang diperbantukan menjadi anggota Grup A Paspampres. Mereka nampak mengenakan seragam Polri. (Sindo)

Menhan Klaim Pertahanan Indonesia di Atas Australia

Posted: 16 Nov 2014 07:48 PM PST

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengklaim pertahanan yang dimiliki Indonesia sangat kuat. Kekuatan pertahanan Indonesia berada di atas pertahanan yang dimiliki Australia.


"Kekuatan kita kan (urutan) 19 di dunia. Di ASEAN kita paling kuat, di atas Australia. Untuk pertahanan fisik, sementara cukup (bagus)," kata Ryamizard di Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Kota Bandung, Jumat (14/11/2014).

Ryamizard meyakini hal tersebut meski belum meninjau langsung kantong-kantong pertahanan di seluruh Indonesia. Sejauh ini, secara umum dia menyebut kekuatan pertahanan Indonesia cukup baik.


Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) belum memastikan apakah akan melakukan penambahan kekuatan pertahanan di Indonesia. Dia memang belum melihat secara langsung kekuatan pertahanan di berbagai daerah perbatasan di Indonesia.

Namun Ryamizard berniat akan berkeliling ke ke berbagai daerah perbatasan untuk melihat keperluan penambahan pasukan pertahanan.

"Saya akan keliling ke perbatasan. Apa yang diperlukan misalnya untuk kekuatan maritim, baru saya tentukan di situ (setelah meninjau)," kata Ryamizard. (Sindo)

Modus Malaysia Caplok Wilayah Indonesia

Posted: 16 Nov 2014 07:46 PM PST

Pemberian identitas penduduk kepada Warga Negara Indonesia (WNI) di daerah perbatasan oleh Malaysia, merupakan modus yang harus disikapi dan perlu diawasi.

Hal itu dikatakan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Marwan Jafar. Menurutnya fenomena tersebut akan memperburuk citra Indonesia yang dituding tidak memberi perhatian kepada warganya.


Modus Malaysia Caplok Wilayah Indonesia

"Pemberian identitas penduduk terhadap warga Indonesia oleh Malaysia, jangan dianggap hal biasa atau diremehkan saat ini," kata Marwan Jafar dalam rilisnya kepada wartawan, Minggu 16 November 2014.

"Ini modus yang dilakukan Malaysia. Bayangkan, kalau semua penduduk akhirnya memunyai identitas Malaysia, maka desa itu ibarat desa siluman. Tanahnya punya Indonesia, tapi penduduknya orang Indonesia yang pindah jadi penduduk Malaysia," imbuhnya.


Setelah memberikan identitas kependudukan sebagai warga negaranya, kata Marwan, maka pelan-pelan Malaysia akan mengklaim desa perbatasan itu sebagai wilayah negaranya.

"Karena menganggap mendapat dukungan dari masyarakat setempat," ujar menteri asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Informasi yang diterimanya, kata Marwan, memang bukan terjadinya pencaplokan wilayah. Melainkan, ada pemberian identitas kenegaraan oleh Malaysia kepada sebagian besar warga desa perbatasan itu.

"Sehingga, warga setempat memunyai dua identitas, yakni Indonesia dan Malaysia," ujarnya.

Seperti di tiga desa Kecamatan Lumbis Ongong, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara diklaim Malaysia sebagai wilayah negara tersebut. Tiga desa tersebut, yakni Sumantipal, Sinapad, dan Kinokod.

"Kasus ini menjadi lampu merah bagi kami untuk tidak boleh menghiraukan daerah-daerah di perbatasan. Mereka juga warga Indonesia yang patut dan sangat perlu diberikan haknya untuk diperhatikan oleh negara," ujar mantan anggota DPR ini. (Sindo)

Udara Luas, Pesawat Sedikit

Posted: 16 Nov 2014 07:13 PM PST

Kalau lebih ditelaah, ada hal menarik dalam insiden pendaratan paksa di Lanud Supadio, Selasa (28/10). Saat itu, pesawat Sukhoi bisa segera dikerahkan karena kebetulan sedang latihan di Batam. Dalam kondisi normal, tidak ada pesawat buru sergap di Batam, baik Sukhoi maupun F-16, sehingga bisa jadi pesawat asing tanpa izin pun bisa berdansa di udara tanpa ada tindakan.

Anggota TNI mengepung pesawat warga asing yang dipaksa mendarat di Lanud Soewondo, Medan, 10 April 2014. Pesawat berpenumpang tunggal yang dipiloti warga Swiss bernama Heinz Peier itu dipaksa mendarat oleh pesawat tempur F-16 TNI AU saat masuk ke wilayah Aceh dalam perjalanan dari Colombo menuju Singapura.

"Memang waktu itu kebetulan," kata Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) Marsekal Muda Hadiyan Sumintaatmadja, pekan lalu.

Ia mengakui, Kohanudnas yang tugasnya khusus menangani ancaman kedaulatan udara mengalami kendala dalam jumlah pesawat buru sergap yang bisa dipakai untuk mencegat. Hal ini juga bisa dilihat dalam kasus jet Gulfstream IV yang sempat menambah kecepatan menjadi 920 kilometer per jam sehingga Sukhoi dari Makassar harus mengejar dengan kecepatan suara 1.700 km per jam, itu pun baru berhasil mencegatnya nyaris di perbatasan dengan Australia.


Saat ini, pesawat buru sergap yang mumpuni adalah F-16 A/B dan C/D yang berjumlah 15 buah serta 16 Sukhoi Su-27 dan Su-30. Sukhoi bermarkas di Makassar, Sulawesi Selatan, sementara F-16 di Madiun, Jawa Timur. Selain itu juga ada F-5 E/F di Madiun yang beroperasi, jumlahnya kini 9 buah. Pesawat-pesawat tempur milik TNI AU yang lain adalah pesawat tempur taktis yang punya spesifikasi kecepatan terbang di bawah kecepatan suara sehingga tidak bisa untuk mencegat.

Ini berarti, kalau ada pesawat asing tanpa izin di Natuna, Sorong, atau di atas Sumatera, bisa dikatakan, hanya bisa menonton lewat layar Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional tanpa bisa berbuat apa-apa.

"Ke Sorong itu butuh sekitar 2 jam, ke Medan juga sekitar 2 jam dengan Sukhoi atau F-16. Yang bisa kita lakukan hanyalah sebatas memantau, lalu lapor kepada Panglima TNI, buat nota diplomatik," katanya.

Jakarta telanjang

Salah satu masalah klasik lain adalah tidak adanya markas pesawat tempur buru sergap di Jakarta. Dengan kata lain, kalau ada ancaman pesawat asing yang datang, Jakarta dalam keadaan "telanjang" alias hanya mengandalkan meriam atau rudal yang entah berfungsi atau tidak, atau menunggu F-16 yang butuh puluhan menit untuk tiba di Jakarta.

Saat ini, secara bergantian pesawat-pesawat tempur buru sergap itu menginap di Jakarta. Hadiyan juga mengakui, beberapa instalasi vital tidak dilindungi dari serangan udara.

Kepala Staf TNI AU Marsekal IB Putu Dunia mengakui, jumlah pesawat yang bisa mencegat pesawat asing masih jauh dari cukup. Pesawat Hawk 100/200, misalnya, yang bermarkas di Lanud Supadio, Pontianak, penggunaannya bukan untuk pengejaran, apalagi kalau pesawat yang dikejar bermesin jet. Pesawat F-5 juga sudah habis masa pakainya dan sedang dicari penggantinya.

"Ya, bagaimana, uangnya tak cukup," katanya di sela-sela Indo Defence, beberapa waktu lalu.

Selain pesawat sedikit, Kohanudnas pada praktiknya juga tidak memiliki pesawat sendiri untuk digerakkan sewaktu-waktu. Pesawat berada di bawah TNI AU, sementara Kohanudnas berada di bawah Mabes TNI. Secara rutin, hanya sepertiga dari jumlah pesawat TNI AU yang bisa dipakai. Sepertiga lainnya dalam pemeliharaan dan sepertiga sisanya dipakai latihan demi kemampuan pilot-pilot.

Hadiyan mengatakan, di negara-negara lain, penggunaan pesawat tempur dibagi dua bagian yang terpisah. Komando Strategis untuk serangan-serangan strategis sehingga yang dilatih adalah sasaran-sasaran strategis di darat, seperti pengeboman.

Sementara itu, Komando Pertahanan Udara bertugas siaga 24 jam untuk menangani sasaran-sasaran yang berhubungan dengan wahana udara.

"Organisasi ini penting kalau kita mau diakui. Tapi, yang lebih penting lagi jumlah pesawatnya," kata Hadiyan.

Efek gentar

Pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati mengatakan, sebaiknya ada pangkalan udara TNI AU yang dilengkapi dengan pesawat tempur sergap, seperti di Lanud Medan, Natuna, Tarakan, Biak, Timika, Kupang, dan Jakarta. Tujuannya agar Indonesia memiliki efek gentar dalam pertahanan udara.

Hal senada disampaikan Hadiyan. Ia membeberkan bahwa ada beberapa wilayah penting yang harus dijaga, seperti Selat Malaka, Aceh, dan Batam yang bisa menggunakan pesawat dari Medan. Selain itu juga perlu pesawat di Natuna yang strategis, mengingat kondisi di Laut Tiongkok Selatan, dan pesawat di Tarakan atau Manado yang bisa menangani masalah di Ambalat.

Alternatif lain, minimal, setiap Komando Sektor Hanudnas memiliki tiga pesawat tempur buru sergap. Saat ini ada empat Kosek, yaitu Kosek 1 di Sumatera Selatan, Natuna, Jakarta, Jawa Tengah, dan Kalimantan Tengah. Kosek 2 di Makassar, Kaltim, NTT, NTB, dan Sulawesi; Kosek 3 di Dumai ke arah barat; sedangkan Kosek 4 di Biak. Setiap Panglima Kosek bisa mengeluarkan komando cegat terhadap pesawat tempur kalau ada pesawat asing masuk.

Hadiyan mengatakan, dari segi kualitas, pesawat Sukhoi dan F-16 sudah cukup menggetarkan lawan. Namun, selain pesawat, yang juga penting adalah senjatanya.

Dicontohkan, Sukhoi yang mencegat jet Gulfstream awalnya sempat tak dihiraukan sampai akhirnya mengeluarkan R-73 Archer, rudal dari udara ke udara.

"Memang prosedurnya force down itu dengan keluarkan senjata," cerita Putu Dunia.

Putu Dunia mengatakan, menembak pesawat asing bukan hal yang sederhana kalau merujuk pada kebijakan politik Indonesia. Apalagi terhadap pesawat sipil dan terutama saat dalam keadaan damai. Ada prosedur panjang, seperti perintah Panglima TNI yang sebelumnya merupakan perintah Presiden RI.

Dengan kondisi pesawat tempur seperti ini, realitanya, tidak semua pesawat asing tanpa izin bisa dipaksa mendarat. Kemampuan radar juga jadi catatan.

Saat ini kerja sama radar sipil dan militer sudah semakin baik. Sayangnya, hanya pesawat-pesawat yang menghidupkan transpondernya yang bisa dideteksi radar primary. Itu pun sudah menghasilkan 10-15 pesawat asing tanpa izin yang masuk.

"Ada yang sempat kita force down dan ada yang tidak," kata Hadiyan. (Kompas)

TNI AL di Nunukan klaim usir kapal perang Malaysia

Posted: 16 Nov 2014 07:09 PM PST

Nunukan, Kalimantan Utara (ANTARA News) - Komandan Pangkalan TNI AL Nunukan, Letnan Kolonel Pelaut Imam Hidayat, di Nunukan, Minggu menyatakan, telah mengusir kapal perang Malaysia yang telah memasuki wilayah perairan Indonesia, di dekat Pulau Bunyu, Kota Tarakan, Kalimantan Utara.

 TNI AL di Nunukan klaim usir kapal perang Malaysia
Ilustrasi

TNI AL tetap berpedoman pada peta nomor 353 yang telah diakui dunia internasional.

"Kapal perang Malaysia itu masih memasuki perairan itu karena mereka masih mengklaim sebagai wilayahnya. Padahal kami tetap berpedoman peta nomor 353, makanya kapal itu langsung diusir," ujar dia, di Nunukan, Minggu.


Menurut dia, apabila terdapat kapal asing yang memasuki wilayah perairan Indonesia maka dianggap telah melanggar kedaulatan negara kita sehingga perlu dilakukan tindakan tegas dengan tidak membiarkan beraktivitas.

Kapal patroli yang ditempatkan TNI AL menjaga wilayah perbatasan perairan Indonesia di perairan itu, di antaranya KRI Diponegoro-365, KRI Yos Sudarso-353 dan KRI Hiu-804.

Pengusiran terhadap kapal perang negara asing yang memasuki wilayah perairan Indonesia tersebut telah sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku. (Antara)

Strategi industri perkapalan nasional bersaing dengan asing

Posted: 16 Nov 2014 06:57 PM PST

Dalam pidato perdananya sebagai Presiden, Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi berulang kali menegaskan visi pemerintahannya lima tahun ke depan menitikberatkan pada sektor maritim. Menurut presiden, terlalu lama Indonesia memunggungi laut dan selat. Padahal, dengan kondisi geografis Indonesia, seharusnya sektor kelautan atau kemaritiman menjadi ujung tombak dalam pembangunan ekonomi.

Strategi industri perkapalan nasional bersaing dengan asing

Tak salah mengedepankan sektor maritim, sebab Indonesia mengklaim diri sebagai negara maritim terbesar dunia dengan 2/3 wilayahnya merupakan lautan dan kaya sumber daya. Namun, bukan hal mudah mengembangkan sektor-sektor kemaritiman mulai dari perikanan, pariwisata, pertambangan, hingga industri. Karena itulah dibentuk kementerian khusus, Kementerian koordinator bidang Kemaritiman.


Bicara soal industri kemaritiman tidak lepas dari peran industri galangan kapal sebagai salah satu kuncinya. Presiden ketiga Indonesia BJ Habibie pernah mengutarakan, sudah waktunya industri maritim nasional bangkit dan saatnya industri perkapalan nasional berjaya di lautan. Pemerintah mendorong industri perkapalan dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional. Industri galangan kapal dikategori industri strategis karena prospek cerah di masa depan. Perkembangan industri perkapalan nasional tak banyak disorot.

Kinerja industri galangan kapal Indonesia disebut-sebut menunjukkan perkembangan membanggakan. Mengutip World Shipbuilding Statistics edisi Juni 2007, saat itu Indonesia masuk dalam jajaran 22 negara pembangun kapal dunia. Padahal industri galangan kapal nasional tanpa bantuan pemerintah meski Inpres 5 tahun 2005 sudah berjalan.

Pangsa pasar kapal dunia menjadi kian besar sejak diberlakukannya peraturan baru keamanan pelayaran safety of life at sea (SOLAS). Tidak heran jika banyak negara berlomba-lomba menggairahkan produksi kapal. Termasuk Indonesia.

Kepulauan Batam menjadi pusat dari industri galangan kapal di Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo mengungkapkan dari 198 industri galangan kapal yang dimiliki Tanah Air, 110 di antaranya berada di Pulau Batam. Sisanya, 88 industri berada di luar Pulau Batam.

"Nah yang 110 itu sangat sukses tumbuhnya, perkembangan bagus dan membuka lapangan kerja untuk 120.000 masyarakat di sana," ungkap Indroyono di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Selasa (11/11).

Ada alasan kuat yang melatarbelakangi suksesnya industri galangan kapal di Batam dibanding daerah lain. Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian Panggah Susanto membeberkan resep majunya industri galangan kapal di Pulau Batam. Salah satunya lantaran tarif bea masuk komponen yang saat ini nol persen alias bebas bea masuk komponen impor.

Sementara untuk bea masuk komponen industri galangan kapal yang ada di luar Pulau Batam diberlakukan 10 persen.

"Yang fiskal itu terutama diperlakukan hal yang sama terkait insentif galangan kapal di Batam dan di luar Batam. Kalau tidak disamakan maka tentu kalau di dalam tender-tender akan selalu lebih mahal kapal yang di luar Batam," jelasnya.

Direktur Utama PT Penataran Angkatan Laut (PAL) Indonesia Firmansyah Arifin mengakui, industri galangan kapal di Batam memiliki keuntungan tersendiri dibandingkan daerah lain. Salah satunya karena Batam masuk wilayah kawasan bebas perdagangan dan lokasi yang strategis.

Berangkat dari kesuksesan itu, pemerintah pun tak segan-segan menggelontorkan insentif besar untuk memajukan industri galangan kapal. Pemerintah menggunakan pelbagai pendekatan kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah insentif fiskal agar industri galangan kapal nasional berkembang.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku sedang menyiapkan pelbagai insentif untuk industri galangan kapal. Di antaranya, pemotongan Bea Masuk, kemudahan PPN, menyederhanakan proses prosedur PNBPT dan fasilitas PPh melalui tax allowance untuk industri galangan kapal.

"Bisa dipungut, bebas, bisa seperti lainnya. Nanti kita cari cara yang paling bagus sesuai peraturan perundangan,"

Pemerintah menjanjikan melindungi industri galangan dalam negeri. Pemberian insentif diklaim sebagai salah satu caranya.

"Kita sedang cari upaya supaya PPN tidak memberatkan. Silakan di-nol-kan kalau memang tidak ada industri dalam negeri yang dirugikan," tegasnya.

Perusahaan galangan kapal milik pemerintah antusias dengan rencana pemberian insentif untuk industri galangan kapal di luar Batam. Pemerintah memiliki empat perusahaan galangan kapal diantaranya, PT Penataran Angkatan Laut (PAL) Indonesia, PT PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (DKB), PT Industri Kapal Indonesia (IKI), dan PT Dok & Perkapalan Surabaya (DPS).

Dengan berbagai insentif yang bakal diberikan pemerintah, industri galangan kapal terutama di wilayah Indonesia Timur diyakini bakal makin maju. Sebab, jumlah kapal yang melintas Indonesia Timur lebih banyak dibanding Indonesia Barat.

Sampai saat ini, kapasitas produksi per tahun mencapai 3 unit kapal dengan ukuran 50,000 DWT dan 2 unit kapal dengan ukuran 20,000 DWT per tahun.

Namun masih ada persoalan di balik itu semua. industri galangan kapal masih melakukan impor komponen. Industri pelayaran Indonesia kesulitan menggunakan produk dalam negeri karena galangan kapalnya belum kompetitif.

"Saat ini bahan dasar yang diproduksi dalam negeri baru pelat, di luar itu semuanya impor," kata Direktur Utama PT Penataran Angkatan Laut (PAL) Indonesia Firmansyah Arifin. (Merdeka)

No comments