Strategi Militer - Informasi Pertahanan dan Keamanan Indonesia

Strategi Militer - Informasi Pertahanan dan Keamanan Indonesia


Menlu China Tawari RI Bangun Lagi Jalur Sutera Maritim

Posted: 03 Nov 2014 06:48 PM PST

Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, menawarkan pembangunan jalur sutera maritim di abad ke-21 kepada Pemerintah Indonesia. Tawaran itu disampaikan Wang ketika bertemu dengan Menlu Retno LP Marsudi di Gedung Kemenlu, Jakarta Pusat pada Senin, 3 November 2014.
 
Menlu China Tawari RI Bangun Lagi Jalur Sutera Maritim
Presiden Jokowi bersalaman dengan Menlu China, Wang Yi di Istana Negara
"Kami ingin berpartisipasi dalam pembangunan Indonesia sesuai dengan kebijakan Pemerintah RI. China menganggap RI sebagai mitra penting dalam pembangunan jalur itu," kata dia. 

Presiden Xi Jinping meluncurkan inisiatif mengenai Jalur Sutera Maritim Abad ke-21 di Indonesia. Saat itu, Xi menjelaskan inisiatif itu di Gedung DPD pada Oktober 2013. 

Namun, Negeri Panda itu menyadari inisiatif yang dilontarkan itu masih butuh pengkajian mendalam untuk mencapai kesepakatan saling menguntungkan. 
 
"Jalur Sutera Maritim masih merupakan konsep dasar yang memerlukan dukungan dan masukan dari negara-negara sahabat untuk pengembangannya," ujar Direktur Jenderal Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional China, Qin Yucai. 

Dia menambahkan jalur sutera maritim merupakan keinginan pihak China untuk membangun kerjasama yang saling menguntungkan dengan negara-negara di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Salah satu bidang utama kerjasama dalam kerangka Jalur Sutera Maritim adalah infrastruktur. 

Menurut informasi dari laman resmi Kemenlu, inisiatif itu disambut baik oleh Indonesia. Dalam pertemuan dengan Duta Besar M. Wahid Supriyadi pada Februari lalu menyebut Indonesia akan dengan gembira menerima informasi rinci serta bersedia membahas bersama inisiatif tersebut. 

Pemerintah China memaparkan sejatinya Jalur Sutera Maritim sudah menjadi bagian penting dari perdagangan antara Tiongkok dan ASEAN serta negara lainnya. Jalur itu meliputi perjalanan darat panjang dari Xi'an hingga Konstantinopel, melintasi Gurun Taklamakan dan daratan Eurasia. 

Laksamana Cheng Ho sudah pernah membuktikan jalur itu bisa digunakan untuk membina perdamaian dan pertemanan. (VivaNews)

Indo Defence 2014

Posted: 03 Nov 2014 06:33 PM PST

Kementerian Pertahanan akan menggelar pameran tahunan alat-alat pertahanan dan persenjataan Indo Defence 2014 yang berlangsung di Jakarta International Expo (JIEXPO) Kemayoran, Jakarta, 5-8 November 2014 mendatang.

Indo Defence 2014

Pameran industri pertahanan berskala internasional itu akan diikuti 29 negara dari 56 negara yang diundang. Diantaranya, Qatar, Malaysia, Republik Belarusia, Timor Leste, Jepang, Serbia, Pakistan, Swedia, Portugal, Laos, Polandia, Filipina, Brazil, Vietnam.

Turki, Republik Ceko, Inggris, Prancis, Singapura, Republik Korea, India, Mesir, Australia, Amerika Serikat, Iran, Kamboja, Thailand dan Rusia.


"Acara ini akan dibuka Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu," kata Dirjen Potensi Pertahanan Kemenhan,Timbul Siahaan di Jakarta.

Timbul menjelaskan, pameran ini merupakan agenda rutin dua tahunan, sekaligus ajang promosi bagi produsen peralatan pertahanan dan keamanan internasional.

Perusahaan asing yang akan memamerkan produknya antara lain, General Dynamics, BAE Systems, Rosoboronexport, Sukhoi Aviation, Avibras, Airbus Defence, DSME, Damen Schelde, Lockheed Martin, Northtrop Grumman, Embraer Defence dan Systems, SAAB, Thales Air Defence, Beretta Defence Technologies, Bell Helicopter Textron dan lainnya.

"Ada 700 peserta perusahaan asing dan dalam negeri akan memamerkan pruduk Alutsita (Alat Utama Sistem Persenjataan) dan teknologi terkini," ungkapnya.

Pameran ini juga akan diikuti oleh industri pertahanan dalam negeri milik negara maupun swasta, instansi pemerintah dan perguruan tinggi. Diantaranya adalah PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad, PT LEN, PT Dok Koja Bahari, PT INTI, PT Karakatau Steel, PT Industri Kapal Indonesia.

PT PAL, PT Dahana, PT Bhimasena, PT CMI, PT Sari Bahari, PT Garda Persada, T&E Simulation, PT Darin Indonesia, PT Palindo Marine, PT Tesco Indomaritim dan lainnya.

"Instansi pemerintah yang berpartisipasi adalah Badan Keamanan Laut, Basarnas, BPPT, BNPP, LIPI, LAPAN, TNI, Polri dan Kementerian Perhubungan serta Kementerian Perindustrian.

Di area outdoor kawasan pameran nantinya juga akan dipamerkan Alutsista TNI, diantaranya, 9 unit Panser Anoa pabrikan PT Pindad, Pesawat Swayasa FASI, Rantis Merpati, Rantis Elmas, Tank Amphibi BMP-3F, Radar Rheinmetall, Tank Marder Rheinmetall, senjata mantor rheinmetall, serta demonstrasi tim aerobatik pegasus TNI AU.

"Dalam pameran ini Kementerian pertahanan akan menandatangani perjanjian kerjasama industri pertahanan dengan Pemerintah Turki," imbuhnya. (Vivanews.com)

Ambil Alih Posisi Pelayaran Dunia, Indonesia Harus Gandeng Tiongkok dan India

Posted: 03 Nov 2014 06:08 PM PST

Menjadi Poros Maritim Dunia berarti bisa mengambil alih poros pelayaran perdagangan dunia yang saat ini masih didominasi kepentingan ekonomi internasional negara-negara besar dunia direpresentasikan Singapura di kawasan Asia Tenggara. Hal tersebut merupakan bentuk kolonialisme zaman dahulu yang masih bertahan hingga sekarang.

Kapal Induk Vikramaditya milik Angkatan Laut India
Kapal Induk Vikramaditya milik Angkatan Laut India |
Foto: Snafu Solomon Blogspot

"Negara kaya ingin mempertahankan dominasinya melalui pelayaran internasional," ujar Prof. Daniel M. Rosyid dalam perbincangannya bersama JMOL, Sabtu (25/10/2014).

Menurut Daniel, jika Indonesia mau mengambil alih posisi poros pelayaran dunia, tidak bisa sendirian, namun harus mengajak Tiongkok dan India sebagai partner membangun poros baru.


"India dan Tiongkok paling tidak bisa menjadi balance," papar Daniel.

Mengapa harus Tiongkok dan India? Karena, Tiongkok dan India saat ini menjadi titik tumpu pertumbuhan dunia. Daniel menjelaskan, meski mereka bukan Negara Maritim, namun mereka sedang membangun kekuatan maritim.

"Kita punya posisi strategis. Sekarang, harus lewat Singapura. Tantangan kita menjadi Poros Maritim adalah mengalahkan Singapura," ungkap Daniel.

Merebut posisi Singapura bagi Indonesia, menurut Daniel, bisa dilakukan dengan membangun pelabuhan berstandar internasional di Kuala Tanjung, Sumatera Utara. Dengan tingkat efisiensi yang tinggi dan perencanaan tata ruang hinterland yang kuat, bisa menjadi strategi pengurangan dominasi tersebut.

Lebih lanjut Daniel menjelaskan, persoalan dominasi Singapura bukan hanya persoalan posisi, namun juga persoalan koneksi. Koneksi jalur pelayaran perdagangan dunia saat ini dimonopoli oleh Singapura.

"Koneksi ini juga harus kita lawan," tegasnya.

Daniel melihat, melawan dominasi Singapura dalam pelayaran internasional sejalan dengan strategi Bung Karno dan Gus Dur. Apabila platform kebijakan yang dilandaskan kepada doktrin Nawacita sebagaimana dicetuskan Bung Karno konsisten dijalankan, seharusnya bisa diarahkan untuk melawan dominasi tersebut.

"Kebijakan Jokowi, jika melihat Nawacita, seharusnya ke arah sana. Kita harus kembali ke strateginya Bung Karno dan Gus Dur. Hanya keduanya keburu jatuh. Kalau Pak Jokowi mengerti jalan pikirannya Bung Karno, seharusnya bisa itu dijalankan," pungkas Daniel. (JMOL)

Natuna, Sekali Mendayung Dua Tiga Pulau Terlampaui

Posted: 03 Nov 2014 05:54 PM PST

 Doktrin pertahanan yang bernama "masuk dulu baru digebuk" sudah mulai ditinggalkan oleh pengawal republik dan berganti baju dengan "berani masuk digebuk". Ini sejalan dengan hakekat rencana pembentukan Kogabwilhan yang menyatukan komando matra darat, laut dan udara dalam satu komando gabungan di hotspot yang diprediksi menjadi pusat konflik teritori.  Setidaknya ada 4 hotspot yang disiapkan, dua diantaranya hotspot teritori yaitu Ambalat dan Natuna.  Dua lainnya adalah hotspot separatis yaitu Aceh dan Papua.

Natuna, Sekali Mendayung Dua Tiga Pulau Terlampaui

Natuna adalah hotspot yang harus dipersiapkan untuk menjadi titik tumpu pertahanan berskala brigade gabungan.  Pembangunan pangkalan angkatan laut dan udara saat ini untuk bisa menampung beberapa kapal perang dan jet tempur secara permanen merupakan keniscayaan untuk memastikan doktrin berani masuk digebuk, bisa dipercaya.  Bukan apa-apa, kita sedang berpacu dengan waktu karena demam yang tak kunjung usai bahkan tensi semakin meninggi dengan aura sengketa batas teritori yang saling berklaim di seberang pagar Natuna yang kaya itu.


 Pembangunan pangkalan militer di Natuna untuk ketersediaan alat tempur utama yang dibutuhkan seperti kapal perang berkualifikasi striking force, sejumlah jet tempur, helikopter tempur, satuan radar, satuan peluru kendali anti serangan udara, batalyon infantri dan intelijen gabungan.  Memperkuat Natuna mirip-mirip dengan memperkuat Tarakan di Kaltara ketika konflik Ambalat memanas beberapa tahun silam. Natuna hampir sama dengan Tarakan, sama-sama sebuah pulau yang disekitarnya kaya dengan sumber daya alam tak terbarukan.

Saat ini di pulau Tarakan sudah tersedia brigade gabungan AD, AL dan AU.  Lanud Tarakan sudah dinaikkan kelasnya, mampu "menginapkan" jet tempur segala jenis, sudah tersedia satuan radar militer, pangkalan AL sedang dikembangkan, kapal perang berpatroli rutin setiap saat.  Di Nunukan juga sudah dipersiapkan 1 brigade TNI AD berikut satuan intelijen dan satuan radar yang mampu mengawasi pergerakan pesawat di Sabah Malaysia.  Hasilnya, jiran sebelah tak segalak dulu lagi, bahkan suaranya sudah "nyaris tak terdengar" di sekitar Ambalat.

Latihan gabungan AU dan AL dengan komando Hanudnas selama sepekan ini yang berakhir di penghujung Oktober 2014 di Natuna, Batam, Dumai dan Pontianak adalah untuk menguji koordinasi, komunikasi dan kecepatan respons terhadap adanya ancaman di garis border itu.  Tiga jenis jet tempur dilibatkan yaitu 4 Sukhoi, 6 F16 dan 8 Hawk bersama sejumlah kapal perang yang disiagakan di Dumai, Batam dan Natuna. Pesan jelasnya adalah mensimulasikan doktrin berani masuk digebuk, termasuk adanya force down pesawat sipil Singapura yang nyelonong masuk teritori pada saat latihan itu berlangsung.



 Kehadiran militer berkualifikasi siap tempur di Natuna bersama sejumlah alutsistanya sejatinya mendapat dua manfaat sekaligus.  Dalam beberapa tulisan terdahulu kita berpandangan bahwa pembangunan kekuatan militer di Natuna seperti peribahasa, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.   Maksud utamanya adalah untuk menjaga teritori kita dari ancaman "lidah naga". Benarlah kemudian karena ternyata pembangunan pangkalan militer itu memberikan manfaat kedua, mampu memberikan nilai gentar pada negara jiran. Beberapa pendapat di forum militer Malaysia memberikan makna strategis bagi militer Indonesia karena pangkalan militer Natuna dikhawatirkan mampu memberikan sekatan alias blokade militer dari Semenanjung Malaysia ke Sarawak dan Sabah jika konflik terjadi di Ambalat.

Kita meyakini bahwa dalam waktu 2-3 tahun ke depan Natuna sudah tersedia kekuatan menyengat untuk pihak lawan yang ingin mengganggu.  Natuna memang dipersiapkan model pertahanan sarang lebah untuk musuh dari Utara namun kalau ada tetangga kiri kanan yang merasa khawatir, itu adalah dampak dari strategi pertahanan RI yang bermain cantik tanpa harus menyinggung perasaan tetangga. Kalau mau khawatir sih boleh-boleh saja. Kita juga khawatir jangan-jangan Natuna juga diklaim atau mau dicaplok. Jadi pembangunan pangkalan militer di Natuna adalah implementasi konsep Kogabwilhan untuk membentengi diri dari kekuatan Utara yang punya ambisi ekspansi teritori.

Sudah tentu isian alutsista untuk memperkuat militer Indonesia di renstra kedua MEF ini akan semakin gahar lagi.  Disamping mempersiapkan Natuna juga mempersiapkan Biak untuk home base skuadron tempur dan Sorong untuk home base Marinir yang dikembangkan menjadi 3 divisi.  Sangat wajar dengan tambahan 2-3 skuadron tempur dalam lima tahun ke depan bersama 100 tank Amfibi dan sejumlah kapal selam, fregat,korvet atau KCR.  Alutsista jenis lain yang diprediksi datang adalah satuan peluru kendali anti serangan udara jarak sedang, sejumlah radar militer, pesawat UAV.

Natuna adalah pertaruhan kehormatan dan harga diri kedaulatan.  Mempersiapkan Natuna adalah dalam rangka pertaruhan kedaulatan itu dari kacamata militer.  Jangan lupa ruang diplomasi yang menjadi kekuatan tawar setara itu harus dibayangi dengan kekuatan militer agar tidak ada unsur "anggap enteng" karena sekali lagi negara yang kekuatan militernya setingkat anjing kampung akan ditertawakan oleh pihak sana.  Jadi disamping punya keandalan dan kecerdasan diplomasi juga harus dikawal dengan kekuatan milter segahar herder.
****
( Jagvane | Analisisalutsista )

No comments