Strategi Militer - Informasi Pertahanan dan Keamanan Indonesia

Strategi Militer - Informasi Pertahanan dan Keamanan Indonesia


Indonesia Persiapkan Diri Hadapi Risiko Terburuk Sengketa Laut Tiongkok Selatan

Posted: 26 Jun 2014 09:28 PM PDT

Ekspansi Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan akan berimbas pada kepentingan nasional Indonesia. Tiongkok secara sepihak telah menyertakan bagian-bagian dari Kepulauan Natuna dalam Jalur 9-Garis (Nine Dash Line), mengklaim segmen provinsi Kepulauan Riau di Indonesia sebagai wilayah mereka.

Indonesia Persiapkan Diri Hadapi Risiko Terburuk Sengketa Laut Tiongkok Selatan
Armada laut Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan

Menanggapi fenomena tersebut, pengamat militer dari Indomiliter, Haryo Adji Nogo Seno, mengungkapkan, bukan hanya Indonesia yang menghadapi risiko terburuk itu. Negara-negara ASEAN juga terkena imbas sengketa Laut Tiongkok Selatan.

"Potensi konflik di Laut Tiongkok Selatan menjadi isu paling hangat yang memicu tensi ketegangan di kawasan. Sebagai imbasnya, militer masing-masing negara ASEAN yang bersinggungan dengan ekspansi Tiongkok, terpacu untuk melakukan modernisasi pada alutsistanya, terlebih pada kekuatan di lautan," ujarnya.


Diakui, meski di atas kertas angkatan laut Tiongkok superpower dan sulit ditaklukkan, tapi negara-negara di Asia Tenggara terus berupaya menghadapi kemungkinan terburuk sengketa.

Negara-negara ASEAN, seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Singapura berupaya membangun kekuatan lautnya.

Mengutip pernyataan Panglima TNI, Jenderal Moeldoko, dalam Wall Street Journal Asia edisi 24 April 2014, Adji menegaskan, Indonesia bukan salah satu pengklaim masalah persengketaan ini. Namun Indonesia akan terkena dampak jika konflik sampai pecah di Laut Tiongkok Selatan, akibat interpretasi Nine Dash Line.

Saat ini, Indonesia sudah melakukan persiapan menghadapi risiko tersebut, baik secara alutsista maupun postur TNI. Khususnya TNI AL akan mendapat perhatian lebih.

"Sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia yang menguasai duapertiga wilayah lautan di Asia Tenggara, Indonesia sudah selayaknya memiliki kekuatan pengawal di lautan yang berfungsi sebagai penghubung, pemersatu, dan perekat Negara Kepulauan guna mewujudkan kekuatan laut yang proporsional dengan luas wilayah yang harus diamankan," pungkasnya.

Bagaimana posisi kekuatan angkatan laut RI di kawasan? Selengkapnya, dapat Anda baca di Majalah Jurnal Maritim edisi Juli 2014. (JurnalMaritim)

Singapura Bakal Surut Bila Indonesia Bangun Pelabuhan-pelabuhan Besar

Posted: 26 Jun 2014 09:07 PM PDT

Bila banyak pelabuhan besar dan kekuatan angkatan laut yang memadai, Indonesia akan menjadi Negara Maritim besar, mengulang kejayaan Sriwijaya dan Majapahit. Hal itu disampaikan Kasubdispenum Dispenal Mabesal, Kolonel Laut Suradi AS, di kantornya, saat ditemui JMOL beberapa waktu lalu.


"(Sejumlah) 80 persen distribusi barang di dunia melalui lautan sebagai sarananya, dan 60 persennya ada di Indonesia," ucap Suradi.

Dengan potensi tersebut, hampir satu abad terakhir telah menjadikan Singapura sebagai negara kecil yang memiliki jasa pelabuhan terbesar dan kuat perekonomiannya.

Menurut Suradi, sambil menunjuk peta ASEAN dan Indonesia yang ada di ruangannya, Singapura akan surut apabila Indonesia memiliki pelabuhan-pelabuhan besar, tempat kapal-kapal dagang dunia bersandar.


"Wilayah barat Sumatera, selatan Jawa, dan membentang sampai Indonesia Timur cukup potensial untuk dibangun beberapa pelabuhan besar maupun pelabuhan perantara, sehingga kapal-kapal tidak perlu lagi singgah di Singapura," tegasnya.

Banyaknya pelabuhan dan kapal yang bersandar akan membawa dampak perekonomian setempat, dan tentunya akan membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.

"Potensi tersebut juga diiringi dengan pembangunan angkatan laut kita yang berkelas dunia, yang akan mengamankan jalur pelayaran," tambahnya.

Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang TNI, TNI AL merupakan matra yang bertugas untuk bidang pertahanan di laut, penegakan hukum dan keamanan di wilayah laut, melaksanakan tugas diplomasi, dan melaksanakan pemberdayaan wilayah laut.

"Salah satu ukuran besarnya angkatan laut adalah dengan adanya alutsista yang memadai, dan dalam TNI AL dikenal istilah senjata yang diawaki manusia bukan manusia yang dipersenjatai," pungkasnya. (JurnalMaritim)

BPPT Targetkan Pembuatan Drone MALE Dalam Limat Tahun Kedepan

Posted: 26 Jun 2014 09:19 PM PDT

Drone atau pesawat nirawak untuk pengawasan, menjadi topik hangat beberapa hari lalu, saat menjadi bahasan debar capres sesi ketiga antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Tak hanya seru di debat, topik drone juga ramai dibicarakan di sosial media.

PUNA Wulung, pesawat nirawak Indonesia
PUNA Wulung, pesawat nirawak Indonesia

Sejauh ini kemampuan Indonesia untuk mengembangkan teknologi pesawat nirawak itu sudah berjalan. Pengembangan teknologi pesawat nirawak itu dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Kepala Program Pesawat Udara Nirawak (PUNA) BPPT, Joko Purwono, kepada VIVAnews, Senin malam, 25 Juni 2014 mengatakan institusinya sudah mengembangkan pesawat nirawak Wulung, yang tengah diproduksi, dan pesawat nirawak Sriti.


"Sedang diproduksi di PT Dirgantara Indonesia, Bandung dan digunakan Balitbang Kementerian Pertahanan," kata dia.

Menurutnya dengan kemampuan daya jelajah 200 km, PUNA Wulung bisa dimanfaatkan untuk pengawasan di perbatasan, misalnya di Kalimantan bagian Utara. Namun untuk pengawasan itu diperlukan dukungan base station, sebagai lokasi pendaratan pesawat nirawak itu.

"Pulau Kalimantan itu kan panjangnya sampai 2000 Km, itu harus ada base station. Setidaknya di Kalimantan butuh 4 base station," katanya.

Untuk menjangkau pengawasan seluruh wilayah Indonesia, menurutnya butuh 25 titik base station.

Joko mengakui selama ini pesawat nirawak yang dikembangkan masih untuk memasok untuk kebutuhan pengawasan di wilayah perairan Indonesia. Sama pentingnya, pengawasan di perairan didorong untuk menekan pencurian ikan.

Ditambahkan Joko, pesawat nirawak yang dikembangkan BPPT, masih memiliki keterbatasan yaitu ketinggian terbang, lama terbang dan muatan yang dibawa.

Wulung, jelasnya, hanya mampu terbang dengan ketinggian 12-14 ribu kaki, terbang 6 jam dan tak mampu terbang sampai di atas awan.

"Tidak bisa lihat (area pengawasan) jika  di atas awan. Kalau cuaca bagus (Tak ada awan) bisa terbang sampai 20 ribu kaki, tapi jangkauannya 150 km, dan di titik itu nggak bisa online kirim data," katanya.

Ia menambahkan pesawat nirawak Wulung mampu mengirimkan data pengawasan secara realtime dalam terbang ketinggian normal.

Untuk itu, BPPT dalam lima tahun mendatang manargetkan mampu kembangkan pesawat nirawak dengan kemampuan lebih dari Wulung. Pesawat itu dinamakan Medium Altitude Long Endurance (MALE).

Pesawat ini lebih besar dari Wulung, mampu terbang lebih tinggi dan memiliki kelengkapan fasilitas muatan untuk kebutuhan pengintaian.

Data terbangnya lebih dari 20 jam dalam sehari, terbang dalam ketinggian 20-30 ribu kaki.

"Muatannya bukan kamera saja, tapi radar untuk melihat benda di bawah awan," katanya.

Pengembangan pesawat nirawak MALE itu akan didanai oleh Kementerian Pertahanan. (VivaNews)

"PUNA" Drone Buatan Dalam Negeri yang Kurang Dihargai Lokal

Posted: 26 Jun 2014 08:57 PM PDT

Riset drone atau pesawat udara nirawak (PUNA) di Indonesia ternyata tidak banyak berkembang. Dana yang minim dan cibiran menghantui perkembangan PUNA di Indonesia.

PUNA Wulung
Menurut Kepala Bidang Teknologi Hankam Matra Udara BPPT, Mohamad Dahsyat, sejak awal dikembangkan di BPPT tahun 2004, kegiatan riset PUNA  hanya memiliki investasi total Rp20 miliar. Ini artinya, BPPT hanya diberikan dana Rp2 miliar dalam kurun setahun.

Angka ini sangat jauh jika dibandingkan dengan dana riset drone yang digelontorkan Amerika. Menurut situs Singularityhub.com, dana riset PUNA untuk tahun 2001 hingga 2013 lalu menghabiskan US$26 miliar. Jika dihitung rata-rata per tahun, dana riset tersebut mencapai US$2,1 miliar atau sekitar Rp21 triliun.


"Budget memang menjadi kendala. Selain itu juga kurangnya dukungan. Antara lain, orang kita yang selalu membandingkan produknya dengan negara-negara maju. Tentu saja tidak seimbang. Kita baru belajar, mereka sudah lama," papar Mohammad kepada VIVAnews, Kamis, 26 Juni 2014.

Memang tidak adil jika kita membandingkan drone produk lokal dengan luar negeri. Di Amerika, drone sudah digunakan untuk segala bidang, termasuk untuk persenjataan militer sampai pengiriman barang. Sama halnya dengan Rusia yang berencana memiliki drone 'pembunuh'.

Untuk biaya pembuatan memang membutuhkan investasi mahal. Satu buah drone diperkirakan memakan biaya 300 juta. Sedangkan untuk jasa penyewaan drone, meski murah namun tidak bisa diterapkan untuk kegiatan pengawasan negara.

"Kalau sewa biasanya untuk keperluan sipil namun untuk militer biasanya punya sendiri. Sebagai ilustrasi, untuk pengambilan photo kelas UAV yang short range, untuk perkebunan dengan hanya beberapa luas wiliayah, sekitar Rp10 juta sampai Rp30 juta, tergantung dengan perjanjiannya pekerjaannya," papar Mohammad.

Oleh karena itu, katanya, akan lebih menguntungkan jika riset terkait drone terus dilakukan sampai bisa memproduksi banyak PUNA untuk banyak fungsi. Keuntungannya adalah, selain menciptakan lapangan kerja baru, drone buatan sendiri juga bisa dikostumisasi sesuai kebutuhan, bahkan kerahasiaan negara lebih terjamin.

"Secara ekonomi memang tidak terjadi capital flight karena duit mengalir di negeri kita sendiri. Yang paling penting adalah jaminan keamanan rahasia negara. Beda sekali jika kita menyewa atau membeli dari asing. Selain itu kita juga bisa menekan risiko terhadap nyawa pilot dan operator," kata Mohammad.

PUNA buatan dalam negeri diberi nama Wulung yang merupakan hasil keroyokan antara PT Dirgantara Indonesia untuk mengurusi produksi, Lembaha Elektronik Nasional (LEN) untuk sistem komunikasi dan elektronik, serta BPPT untuk bagian riset dan pengembangan.

Dikatakan pemerhati persenjataan militer, Haryo Ajie Nogoseno, Wulung nantinya akan ditemani oleh 4 unit drone baru bernama Heron. Wulung dan Heron akan bersanding di Lapangan Udara Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat.

"Heron dapat terbang sejauh 350 km dan mampu terbang terus menerus hingga 52 jam. Dengan kecepatan maksimum 207 km/jam, Heron dengan ketinggian terbang hingga 10.000 meter memang layak menjadi spy plane. Sedangkan Wulung memiliki jarak jelajah 200 km yang di dukung mobile ground station, hanya dimungkinkan untuk pengamatan data secara realtime," papar pendiri situs Indomiliter.com ini.


Investasi Riset Drone 10 Tahun Cuma Rp 20 Miliar

Drone atau yang disebut juga dengan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA), sejatinya telah resmi dikembangkan oleh Indonesia sejak tahun 2000-an. Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT), lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan riset ini mengaku  menghabiskan Rp20 miliar sejak 2004.

Dari hasil riset tersebut, saat ini BPPT telah memiliki total sekitar 17 unit PUNA atau yang diistilahkan sebagai Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Untuk skala riset UAV, BPPT memiliki 7 buah, sedangkan untuk wahana ada sekitar 10 unit.

"Sejak 2004, masuk ke program Litbang BPPT. Dana yang dihabiskan kurang lebih 20 miliar. Kalau jumlah drone yang dimiliki TNI, mereka yang lebih tahu. Untuk yang di BPPT, karena drone atau PUNA adalah sebuah sistem maka yang siap terbang ada 4 unit. Hanya 4 itu yang memiliki kelengkapan sistem," ujar Mohammad Dahsyat, Kepala Bidang Teknologi Hankam Matra Udara BPPT, kepada Vivanews, Kamis, 26 Juni 2014.

PUNA tersebut memiliki beragam fungsi. Selain sebagai alat pertahanan negara, PUNA juga digunakan untuk pengambilan citra yang digunakan dalam berbagai penelitian. Salah satunya adalah untuk foto wilayah yang sulit dijangkau.

"Kelas UAV yang kita miliki ada 3 dari kelas yaitu short range, medium range, dan long range. Fungsinya lebih banyak untuk mengambil pencitraan wilayah. Ada juga yang digunakan untuk menciptakan hujan buatan," kata Mohammad.

Untuk satu drone, lanjut Mohammad, butuh investasi sekitar Rp300 juta sampai ratusan milar. "Sebab satu kendali darat biasanya terdiri dari 3 atau lebih sistim pesawatnya," katanya.

Jumlah Ideal

Dalam kegiatan pengawasan wilayah, Mohammad memprediksi jumlah ideal yang harus dimiliki Indonesia adalah sekitar 15. Namun jumlah tersebut bukan menunjuk ke jumlah unit drone, melainkan jumlah pangkalan PUNA yang harus dibangun. Dalam masing-masing pangkalan itu diisi oleh minimal 3 unit PUNA yang bekerja secara terus menerus selama 24 jam untuk melakukan pengawasan.

"Tentunya dengan luas wilayah yang besar seperti indonesia mungkin lebih banyak lagi. Idealnya mungkin minimal 15 pangkalan untuk mengawasi wilayah secara komprehensif. 15 pangkalan ini bisa lebih atau kurang tergntung kecanggihan teknologinya," ujar Mohammad.

Akan tetapi, lanjutnya, untuk saat ini, Indonesia membutuhkan  minimal 3 pangkalan di setiap daerah. Daerah tersebut, khususnya adalah yang sering terjadi pelanggaran hankam.

"Bisa saja ke depan dikembangkan lagi ditempat-tempat yang kritis," kata Mohammad.

Ditambahkan pengamat persenjataan militer Indonesia, Haryo Ajie Nogoseno, TNI saat ini memiliki dua jenis UAV modern, Wulung dan Heron. Wulung disebutnya sebagai UAV yang lebih menarik karena adopsinya menandakan lompatan tinggi bagi kemandirian alutsista dalam negeri.

"Bila kita dapat menguasai teknologi UAV, bukan hal yang sulit bila nantinya Indonesia ingin mengembangkan UCAV (Unmanned Combat Aerial Vehicle), yang dipersenjatai," papar pendiri situs Indomiliter.com ini.


Teknologi Drone yang Belum Dikuasai RI


Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) terus mengembangkan kemampuan teknologi pesawat nirawak (drone). Saat ini BPPT sudah mengembangkan pesawat nirawak Wulung dan Sriti, yang mana keduanya didesain untuk pengawasan perairan laut Indonesia.

Meski sudah mampu membuat peawat nirawak secara mandiri, Kepala Program Pesawat Udara Nirawak (PUNA) BPPT, Joko Purwono, mengakui penguasaan teknologi masih belum sepenuhnya dimiliki.

"Untuk desain pesawat kita sudah 100 persen kita sendiri. Tapi untuk sistem komunikasi, sistem kendali mash tergantung dengan komponen dari Eropa maupun Amerika Serikat," jelas Joko kepada VIVanews, Senin malam, 25 Juni 2014.

Bagian yang belum dikuasai itu merupakan bagian yang vital dalam pengawasan sebuah wilayah. Misalnya, pasa sisten komunikasi terdapat komponen kamera, muatan pesawat dan sensor, dan RI masih menggantungkan pada pasokan dari negara asing.

Namun BPPT terus mengembangkan komponen dari dalam negeri. Beberapa komponen pesawat nirawak yang sudah dibuat mandiri oleh Indonesia yaitu komponen untuk menghitung perbedaan tekanan udara agar mengetahui kecepatan pesawat.

"Sekarang kami sedang kembangkan komputer kendali terbang baik yang di pesawat maupun yang di darat. Software Ground Station juga sudah dibuat sendiri," jelas Joko.

Joko tak khawatir dengan membeli komponen sistem komunikasi dari luar bakal menimbulkan celah penyadapan pada data pengawasan.
Menurutnya, dengan pengetahuan mendalam pada program komunikasi, data pengawasan bisa dikelola secara aman.

"Yang penting kita bisa akses ke program, bisa ubah program, integrasi maupun troubleshooting sendiri. Itu nilai tambah," kata dia yang tetap menggarisbawahi kemandirian teknologi pesawat nirawak.

Transfer Teknologi

Upaya penguasaan teknologi tak dilupakan oleh BPPT. Joko mengatakan BPPT tengah mendidik pengembangan sumber daya manusia, agar nantinya mampu menguasai teknologi nirawak secara khusus.

"Ada yang kami sekolahkan ke luar negeri, harus ada strategi ini supaya mereka nanti dedicated untuk teknologi pesawat nirawak," ujarnya.

Upaya penguasaan teknologi ini juga melalui transfer teknologi, yang diamanahkan dalam UU NOmor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Dalam undang-undang itu tercantum amanah tranfer teknologi harus tercapai dalam setiap pembelian alutsista, termasuk alat yang merupakan bagian pesawat nirawak.

"Dari negara manapun, itu harus mengacu pada pokom transfer teknologi," ujarnya. (VivaNews)

PTDI Terus Rancang Jet Tempur Nasional Saingan F18

Posted: 26 Jun 2014 08:45 PM PDT

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen pesawat, yaitu PT Dirgantara Indonesia (PTDI) terus melanjutkan kegiatannya merancang pesawat jet tempur IF-X (Indonesian Fighter Experimental). Kegiatan System Requirement Review (SRR) dilakukan.

PTDI Terus Rancang Jet Tempur Nasional Saingan F18

Dalam kegiatan SSR tersebut, sejumlah pemangku kepentingan diikutkan, antara lain Kemhan, TNI-AU, KKIP, Bappenas, BPPT, LAPAN, Perguruan Tinggi (ITB, UI, ITS, UGM dan UNDIP) serta beberapa industri lokal terkait seperti PT.LEN, CMI, dan InfoGlobal.

Jet tempur yang dirancang bersama dengan Korea Selatan ini disebut-sebut bakal menyaingi F18, dan harganya pun juga lebih murah.

Dalam siaran pers, Kamis (26/6/2014), PTDI mengatakan, SRR merupakan salah satu tahapan dalam program pengembangan dan rancang bangun pesawat tempur. Pada tahapan ini diharapkan program akan mendapatkan berbagai masukan baik teknis maupun non-teknis dari para pakar pada bidangnya masing-masing, secara independen.


Dalam pelaksanaannya kegiatan tersebut dibagi dalam lima panel. Satu panel paripurna dan empat panel lainnya meliputi:

  • Requirement study, System Engineering and Technology Readiness. 
  • Configuration Design and Analysis
  • Propulsion and Subsystems
  • Air Combat Systems.

Pesawat tempur KF-X/IF-X dirancang bangun bersama oleh para ahli dari Indonesia dan Korea Selatan. Sejak tahun 2011 lalu, tim dari kedua bangsa telah bekerja keras di Korea Selatan untuk menghasilkan konfigurasi yang bisa memenuhi kebutuhan dan persyaratan operasi Angkatan Udara kedua negara.

Pesawat ini masuk dalam kategori generasi 4,5 yang kemampuannya akan melebihi sejumlah pesawat tempur produk negara lain. Dengan kemampuannya itu diharapkan akan menjadi salah satu pilihan utama bagi sejumlah negara yang membutuhkan pesawat tempur. Sementara untuk pesawat IF-X dirancang bangun sendiri oleh putera-puteri bangsa Indonesia berdasarkan persyaratan operasi murni dari Angkatan Udara Republik Indonesia.

Dengan penyelenggaran acara tersebut di atas, diharapkan tim KFX/IFX mendapatkan masukan yang kemudian dapat dijadikan pegangan untuk dilakukan tindakan ataupun berupa rekomendasi untuk perbaikan rancang bangun (desain). Kabalitbang Kemhan Prof. Dr. Eddy S. Siradj dalam arahannya antara lain mengatakan

"Bagaimanapun bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan program pesawat tempur yang kita rancang sekarang ini bukan saja akan menjadi salah satu sumber kekuatan alutsista dalam negeri, melainkan juga akan menjadi salah satu posisi tawar NKRI yang diperhitungkan. Putera-puteri terbaik bangsa yang terlibat dalam rancang bangun pesawat tempur KF-X/IF-X adalah para pionir yang melahirkan generasi pertama pesawat tempur dan ini akan menjadi bagian sejarah penting bangsa Indonesia ke depan," tutur Direktur Utama PTDI Budi Santoso.

Pesaing pesawat ini adalah F18 buatan Amerika Serikat dan Dessault Rafale buatan Prancis. Produksi tipe IFX di dalam negeri menghemat pengeluaran anggaran karena harga jual lebih murah.

Pesawat untuk varian Indonesia yakni IFX akan diproduksi di markas PTDI di Bandung, Jawa Barat. Jet tempur KFX mulai diproduksi secara massal pada tahun 2020.

Saat ini tenaga ahli PTDI sedang mempersiapkan rancangan pesawat tempur generasi 4,5 tersebut. (Detik)

Prancis Siap Alih Teknologi Kapal Selam untuk Indonesia

Posted: 26 Jun 2014 08:40 PM PDT

Menteri Muda Pertahanan Prancis Kader Arif menilai Indonesia sebagai mitra penting bagi negaranya. Indonesia diharapkan menjadi pintu masuk bagi Prancis untuk menjalin kerja sama pertahanan dengan negara-negara ASEAN.

Kapal Selam Scorpene Buatan Prancis
Kapal Selam Scorpene Buatan Prancis

Hal tersebut disampaikan Arif saat menerima kunjungan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di Paris, Kamis (26/6/2014). Sjafrie didampingi Kepala Badan Sarana Pertahanan Laksamana Muda Rachmat Lubis.

Arif mengapresiasi peran yang dilakukan Indonesia baik dalam menjadi perdamaian di kawasan maupun dalam operasi penjaga perdamaian. Seperti halnya Indonesia, Prancis melakukan hal yang sama dengan penempatan pasukan perdamaian di banyak negara.


Untuk membuat peran itu berjalan lebih baik, Tentara Nasional Indonesia perlu dilengkapi dengan alat utama sistem persenjataan yang memadai. Menurut Arif, Prancis siap untuk memenuhi kebutuhan alutsista maupun pengembangan industri pertahanan Indonesia.

"Saya berterima kasih bahwa TNI AD mempercayai untuk menggunakan meriam Caesar 155 mm buat Prancis. Saya mendukung bukan hanya untuk pembelian alutsista, tetapi juga pengembangan industrinya seperti yang akan dilakukan PT Pindad dengan Nexter untuk pengembangan Caesar maupun dengan Roxel untuk industri propelan," kata menteri muda berdarah Aljazair itu.

Menurut Arif, Prancis akan memberikan dukungan untuk transfer teknologi. Termasuk juga untuk industri kapal selam apabila dibutuhkan Indonesia. (Suryo Pratomo|Metro)

TNI Perkenalkan Helikopter Serang Eurocopter Tiger H6 dalam HUT TNI ke-69

Posted: 26 Jun 2014 08:36 PM PDT

Upacara kebesaran HUT ke-69 TNI akan menjadi ajang pertama bagi 'macan' baru TNI memperkenalkan diri kepada warga Indonesia. Macan itu sedang dalam tahap akhir persiapkan fisik di benua Eropa.
Eurocopter Tiger H61
Eurocopter Tiger H61

Macan itu adalah helikopter serang Eurocopter Tiger H61. Mereka akan melengkapi helikopter serbu MI 35 dan Apache memperkuat TNI AD. Selain itu ada tiga kapal fregat multifungsi untuk TNI AL yang sedang dibangun di  Manchester, Inggris.

"Seluruh alutsista yang baru ini akan ikut dalam peringatan Hari TNI 5 Oktober," kata Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin di Paris, Jumat (26/6/2014).


Wamenhan berkunjung ke Paris bersama rombongan Komite Kebijakan Industri Pertahanan. Selain itu mereka ke Belanda juga untuk memastikan perkembangan seluruh alutsista yang dipesan Indonesia untuk jajaran TNI.

"Saat ini seluruh pesanan itu sudah dalam tahap akhir dan akan segera dikirim secara bertahap ke Indonesia," sambung matan Pangdam Jaya ini.

Sjafrie merasa puas karena selain pembelian alutsista ada banyak tawaran bagi pengembangan kerja sama industri pertahanan. Terutama untuk Pindad yang terbuka peluang bagi pengembangan panser Anoa serta kendaraan tempur dan amunisi lainnya.

Bersama Dirut Pindad Sudirman Said, Wamenhan bertemu juga Presiden Volvo Group, Stefano Chmielewski untuk membicarakan pasokan mesin Renault sebagai sumber tenaga Panser Anoa. "Pindad sudah memproduksi 250 unit panser kebutuhan TNI AD. Sekarang Pindad mempunyai kesempatan untuk memasok 250 unit lainnya dan Renault bersepakat untuk memasok kebutuhan mesinnya," kata Sjafrie (Suryo Pratomo | Metro )

Diplomasi Pertahanan Alat Penting Kebijakan Keamanan Luar Negeri

Posted: 26 Jun 2014 02:54 AM PDT

Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Laksdya TNI Ade Supandi, secara resmi membuka Rapat Koordinasi Kerjasama Internasional (Rakorkersin) TNI tahun 2014 yang mengusung tema "Kita Mantapkan Profesionalitas Diplomasi Militer Dalam Rangka Mendukung Tugas Pokok TNI", di Aula Gatot Subroto Mabes TNI Cilangkap Jakarta Timur, Rabu (25/6/2014).

Diplomasi Pertahanan Alat Penting Kebijakan Keamanan Luar Negeri

Rakorkersin yang berlangsung sehari tersebut diikuti oleh 68 orang terdiri dari 5 orang dari luar struktural TNI, 28 orang dari Mabes TNI dan 15 orang dari masing-masing Angkatan.

Dalam amanat Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko yang dibacakan Kasum TNI menyampaikan, diplomasi pertahanan saat ini telah menjadi alat penting dalam kebijakan keamanan dan kebijakan luar negeri Indonesia.


Dia menjelaskan, yang dilakukan pada masa damai dengan menggunakan kekuatan bersenjata dan infrastruktur terkait sebagai alat kebijakan keamanan dan kebijakan luar negeri. Diplomasi pertahanan merupakan sebuah proses yang tidak hanya melibatkan aktor negara, seperti politisi, kekuatan bersenjata atau badan intelijen, namun juga organisasi non-pemerintah, think tank dan masyarakat sipil.

"Military Diplomacy yang saat ini dilakukan TNI antara lain pengerahan Prajurit Garuda pada misi perdamaian dunia, dengan Soft Power yang khas, sehingga membuat Kontingen Garuda senantiasa memiliki daya tarik tersendiri dibanding kontingen negara lain," kata Panglima TNI.

Panglima TNI juga menegaskan bahwa tantangan kebijakan hubungan politik luar negeri Indonesia di masa mendatang sangat tergantung pada stabilitas politik dalam negeri pasca Pemilu 2014. Dia menjelaskan, Puskersin TNI juga dituntut untuk menjaga keamanan wilayah perbatasan dengan negara tetangga terutama dengan Malaysia dan Timor Leste serta peran TNI dalam mendukung kebijakan politik keamanan Indonesia pada ASEAN Security Community.

Sementara itu, peserta Rakorkersin juga mendapat pembekalan dari beberapa Kementerian RI antara lain; Deputi II Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri Kemenkopolhukam Bp. Antonius Agus Sriyono tentang kebijakan kerjasama internasional, Dirjen Multilateral Kemenlu RI Bp. Hasan Kleib tentang kebijakan kerjasama luar negeri dan Dirjen Strahan Kemenhan RI Mayjen TNI Sonny E.S. Prasetyo, MA tentang Strategi pemerintah RI bidang kerjasama pertahanan dan militer guna mendukung kebijakan politik luar negeri Indonesia.

Turut hadir pada acara tersebut Wakil KSAD Letjen TNI Moh. Munir, Wakil KSAL Laksdya TNI Didit Herdiawan, Wakil KSAU Marsdya TNI Bagus Puruhito, Koorsahli Panglima TNI Mayjen TNI Hardiono Saroso, Kabalakpus TNI, para Wakil Asisten Panglima TNI dan Wakapuspen TNI Laksma TNI F.X. Agus Susilo. (Tribun)

Bakamla Hemat Anggaran Operasi Keamanan Laut

Posted: 26 Jun 2014 02:16 AM PDT

Pembentukan Badan Keamanan Laut (Bakamla) tidak saja bakal membuat operasi pengamanan laut menjadi lebih ketat, tapi juga mendorong efisiensi anggaran. Sebab, dengan Bakamla maka operasi akan dilakukan dengan sistem one for all.

Bakamla Hemat Anggaran Operasi Keamanan Laut

Kapal patroli yang dikomandoi Bakamla akan dihuni oleh petugas perwakilan dari seluruh stakeholder di laut. Sehingga, ini akan lebih efektif dan efisien.

Sekretaris Utama Bakorkamla Dicky R Munaf menyebut, keberadaan Bakamla akan menghemat anggaran operasional sebanyak 58 persen.


"Ini karena operasi dilakukan secara gabungan dan banyak menghemat anggaran, terutama untuk pengeluaran BBM," kata dia di Jakarta, Rabu 25 Juni 2014.

Menurut dia, sekarang ada perubahan paradigma dalam pengamanan di laut, dari yang semula penindakan terhadap pelanggaran menjadi pencegahan terhadap pelanggaran.

Sehingga, dengan adanya patroli rutin Bakamla, ke depan tidak sampai terjadi pelanggaran karena potensi-potensi pelanggaran bisa dicegah.  (Sindo)

BATAN – ESDM sepakat meningkatkan ketahanan energi

Posted: 26 Jun 2014 02:14 AM PDT

Telah dilaksanakan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan BATAN tentang kerja sama penelitian dan pengembangan di bidang energi dan sumber daya mineral dengan menggunakan iptek nuklir, yang dilakukan oleh Kepala Balitbang ESDM, F.X. Sutijastoto dan Sekretaris Utama BATAN, Falconi Margono dengan disaksikan oleh wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo dan pejabat tinggi dilingkungan Kementerian ESDM.


Ruang lingkup kerjasama antara kedua belah pihak meliputi tentang teknologi minyak dan gas bumi, teknologi ketenagalistrikan, energi baru, terbarukan dan konservasi energi,teknologi mineral dan batu bara, geologi kelautan dan bidang-bidang lainnya yang disepakati antara para pihak,Penandatanganan tersebut diadakan bertepatan dengan acara Rapat Kerja Badan Litbang ESDM di Kantor LEMIGAS, Kebayoran Lama. Pada kesempatan yang sama juga dilaksanakan penandatangan Nota kesepahaman antara Balitbang ESDM dan Perguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah. Dalam sambutannya Wamen ESDM mengatakan bahwa kerja sama ini diharapkan dapat mensinergikan litbang dasar dan terapan sehingga menghasilkan penelitian yang mendukung terwujudnya keamanan pasokan energi, mengembangkan dan pemanfaatan teknologi energi, mendorong berkembangnya industri dan jasa energi dalam negeri untuk menjawab tantangan meningkatnya kebutuhan energi domestik dan penurunan produksi minyak nasional.


Kepala Balitbang ESDM dalam sambutannya juga mengharapkan agar kerja sama yang telah dilaksanakan ini  akan banyak terobosan dalam rangka meningkatkan ketahanan energi nasional dan peningkatan nilai tambah, dan sebagai upaya agar semua hasil penelitian dan pengembangan di bidang energi dan sumber daya mineral dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran bangsa dan Negara Indonesia.


Simulasi penanggulangan terorisme di kantor BATAN, Banten

Masalah pro dan kontra rencana Pembangunan PLTN pada akhir-akhir ini menjadi suatu topik hangat dalam pemberitaan surat kabar, terutama surat kabar lokal di daerah Jawa Tengah. Dalam bulan ini telah terjadi beberapa kali demo anti nuklir/pembangunan PLTN telah dilakukan di Jepara, Kudus, Pati, dan bahkan di Jakarta. Beberapa kali diskusi juga telah dilakukan di beberapa tempat di Jawa Tengah.

Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) memberikan penjelasan terkait dengan issue tersebut. Penjelasan ini dibuat berdasarkan dasar ilmiah profesional sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenang dari BATAN selaku Lembaga Pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi untuk: membuat kebijakan di bidang teknologi nuklir serta sebagai lembaga promotor dan pelaksana Kegiatan Litbangyasa teknologi nuklir di Indonesia.

Mengapa diperlukan penggunaan Energi Nuklir di Indonesia?


Energi nuklir diperlukan dalam mendukung terwujudnya keamanan pasokan energi nasional jangka panjang (longterm energy security of supply).

  • Peran Energi Nuklir dalam pembangkitan listrik (diversifikasi, konservasi, dan pelestarian lingkungan) 
  • Penggunaan untuk non listrik
  • Manfaat lain iptek nuklir dalam bidang energi

Persiapan yang sudah dilakukan selama ini?

Persiapan pembangunan PLTN di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1972. Kemajuan penyiapannya berjalan seiring dengan situasi nasional dan internasional yang terkait dengan perkembangan kebijakan harga energi, maupun juga situasi sosial ekonomi, politik yang ada di Indonesia. Berbagai kecelakaan nuklir yang ada di dunia, terutama Three Miles Island (1979), dan Chernobyl (1986) tentunya juga menjadi pertimbangan dan mempengaruhi terhadap rencana pembangunan PLTN di Indonesia.

Studi CADES (Comprehensive Assessment for Different Energy Sources for Electricity Generation) telah dilakukan pada tahun 2001-2002 oleh tim yang terdiri dari BATAN, BPPT, DESDM/DJLPE/DJMIGAS, BAPEDAL, PLN, BPS, LSM dan dibantu oleh tenaga ahli dan software dari IAEA.


Sasaran studi tahap pertama CADES adalah untuk memberikan dukungan dalam peren­canaan sektor energi dan listrik secara nasional dan membantu proses pengambilan ke­putusan dengan mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam studi ini juga dikaji dengan pemberlakuan kebijakan lingkungan dalam kerangka melindun­gi atmofir dengan memasukkan faktor pengurangan emisi C02 Sedangkan sasaran tahap kedua adalah untuk memperoleh solusi optimal dalam energy mix jika faktor kerusakan lingkungan (external cost,yaitu harga kompensasi yang harus diberikan pada ongkos pembangkitan listrik sebagai akibat dampak lingkungan yang ditimbulkan) dipertimbang­kan dalam analisis penyediaan energi jangka panjang.

Hasil studi tersebut telah disampaikan oleh IAEA (Diwakili oleh Deputy Director General) kepada Pemerintah Indonesia c.q Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 6 Agus­tus 2003. Hasil CADES juga disampaikan oleh Kepala BATAN kepada Menteri ESDM dan merupakan salah satu pertimbangan dan landasan dalam menyusun Blue Print energi. Dalam kajian tersebut, dipergunakan harga energi pada tahun 2000 yaitu sekitar US $ 25 per barrel. Dengan faktor-faktor pertimbangan lingkungan, pengurangan C02 dan dengan eksternalitas, kajian ini menunjukkan bahwa PLTN secara tekno-ekonomis layak untuk digunakan di jaringan Jawa-Madura-Bali pada tahun 2016-2017. Hasil perhitungan external cost untuk pembangkit listrik di Jawa adalah sebesar 0,270 sen/kWh untuk PLTU Batubara, 0,078 sen/kWh untuk pembangkit gas dan 0,006 sen/kWh untuk PLTN.

Kesiapan teknis telah dilakukan dengan menyiapkan program BATAN yang seiring dan mendukung rencana tersebut. Penyiapan fasilitas penelitian, program penelitian, dan pembinaan personil diarahkan untuk mendukung program PLTN. Operasi dan perawatan reaktor di Bandung, pembangunan, operasi dan perawatan reaktor Kartini di Yogyakarta, pembangunan dan operasi Reaktor RSG-GAS di Serpong, serta disain reaktor Produksi Isotop (tidak jadi dibangun) merupakan suatu bentuk penyiapan Nuclear Engineers dalam penyiapan program PLTN.


BATAN – ESDM sepakat meningkatkan ketahanan energi

Pemilihan tapak (sites) dimana PLTN akan ditempatkan telah dilakukan melalui serangkaian proses seleksi sesuai dengan ketentuan dan prosedur standar yang dikeluarkan oleh Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency). Dari 14 kandidat calon tapak, akhirnya setelah melalui berbagai proses, dapat ditetapkan 3 calon tapak yang paling baik. Untuk selanjutnya, pada calon tapak yang terbaik (Ujung Lemah Abang, Kab Jepara), dilakukan pemantauan terhadap berbagai parameter tapak secara terus menerus. Hal ini diperlukan dalam rangka memenuhi persyaratan perizinan dan sekaligus sebagai input dalam melakukan disain PLTN yang cocok dan memenuhi peryaratan keselamatan sesuai kondisi setempat.



Apakah SDM cukup untuk membangun dan mengoperasikan PLTN?


Sebelum lebih lanjut membicarakan masalah SDM untuk mendukung operasi PLTN, perlu diinformasikan bahwa PLTN sebenarnya sama dengan Pembangkit Listrik termal lainnya, hanya saja sumber panas dari PL termal sumber panas berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (BBM, batubara, gas), dalam hal PLTN pembangkit panasnya berasal dari reaksi nuklir. Sedangkan pada bagian turbin lainnya adalah sama, baik itu untuk pembangkit listrik termal maupun nuklir. Kalau toh terdapat perbedaan, terutama hanya dari segi ukurannya. Pembangkit termal yang ada saat ini biasanya dalam orde 600 MW sedangkan pada pembangkit nuklir dapat sampai 1.400 – 1.600 MW.


Mengingat bahwa pada PLTN terdapat bagian pembangkit uap nuklir/reaktor nuklir yang berbahaya, maka pada bagian yang terkait ini dilengkapi dengan fasilitas keselamatan atau dikenal dengan sistem yang terkait dengan keselamatan (safety related system). Pada seluruh bagian yang terkait dengan keselamatan dikenakan sebagai subjek dari suatu jaminan mutu nuklir (Nuclear Quality Assurance Program-OAP)dengan segala persyaratan dan aturan yang terkait. Nuclear Quality Assurance diberlakukan sejak saat disain, konstruksi, operasi dan perawatan dari PLTN ini.

Persiapan penyediaan SDM PLTN sebetulnya sudah dimulai sejak awal 1980-an bersamaan dengan pembangunan RSG-GAS, yang saat itu sudah direncanakan sebagai suatu persyaratan awal sebelum masuk ke Industri Nuklir (baik untuk energi maupun non energi). Pembentukan Jurusan Teknik Nuklir di Fakultas Teknik Nuklir UGM, Jurusan instrumentasi Nuklir dan Proteksi Radiasi di bagian Fisika UI, serta Pendidikan Ahli Teknik Nuklir (sekarang Sekolah Tinggi Teknik Nuklir) merupakan suatu bagian besar penyiapan SDM untuk pembangunan dan operasi PLTN. Namun dengan adanya program PLTN yang tidak segera diputuskan, maka Jurusan Teknik Nuklir di UGM saat ini sudah berubah dan diganti menjadi Teknik Fisika. Jurusan Instrumentasi dan juga Jurusan Proteksi Radiasi dari Bagian Fisika UI, secara formal sekarang sudah tidak ada lagi. Saat ini masih terdapat kegiatan pendidikan tentang Iptek Nuklir di ITB sebagai bagian dari Departemen Fisika ITB (S1, S2, S3) dan juga di UGM (S3), meskipun peminatnya tidak banyak.

Tidak terhitung alumnus yang sudah dihasilkan dari program pendidikan tersebut yang tidak tertampung atau merasa karirnya tidak berkembang dan berubah profesi ke bidang lain. Sebagian lainnya masih berada di lingkungan BATAN, Bapeten, Lembaga Pemerintah maupun swasta yang bergerak di bidang industri nuklir (untuk industri, kesehatan, dsb).

Bilamana program PLTN segera diputuskan, rasanya tidak akan ketinggalan kalau sekarang ini segera mengaktifkan program-program yang pernah ada tersebut karena personil masih ada. Penyediaan SDM mempunyai lead time sekitar 10 tahun dan dapat dikerjakan bersama dengan para pemasok teknologi, sebagai bagian dari kontraknya. Bila program PLTN diaktifkan lagi dan segera diputuskan, berarti juga kita sekaligus melakukan preservasi terhadap nuclear knowledge dan know-how di Indonesia, yang saat ini ada ditangan orang-orang yang mendekati umur pensiunnya.



PLTN di dekat pemukiman, aspek keselamatan?

Aspek Keselamatan pada PLTN selalu menjadi pertanyaan semua orang. Banyak pertanyaan terkait dengan masalah keselamatan dan kalau diberi suatu keterangan bahwa keselamatan PLTN tinggi, mengapa tidak dibangun di Jakarta. Atau dari sisi lain, mengapa PLTN tidak dibangun di pulau terpencil dan listriknya saja disalurkan ke pusat beban?.

Keselamatan PLTN menjadi perhatian utama semua pihak yang tekait dengan penyediaan jasa PLTN (desainer, konstruktor, operator, penyedia bahan bakar, pihak maintenance, dll. termasuk juga pihak pengawas/regulator). Disadari bahwa kecelakaan yang terjadi pada suatu PLTN menjadi masalah bagi semua pihak industri nuklir global. Kecelakaan nuklir di PLTN TMI, Chernobyl, kecelakaan di pabrik bahan bakar di Tokai-mura). Menghadapi kondisi seperti ini, maka industri nuklir maupun organisasi yang terkait (WANO, dll) maupun organisasi resmi internasional (IAEA, IEA-OECD) memberlakukan suatu standar keselamatan yang harus diikuti oleh anggotanya. Badan Pengatur (Regulatory Body) yang bertindak sebagai pemberi izin harus mengawasi (melalui inspeksi dan berbagai kegiatan lain) sejak desain, operasi dan perawatannya.

Keselamatan PLTN

PLTN harus dibangun pada suatu tempat yang memenuhi syarat-syarat bebas dari adanya berbagai fenomena alam yang dapat mengancamnya, atau secara teknis dapat dihindarkannya. Misalnya harus bebas dari daerah yang bebas dari kemungkinan bahaya alam (vulkanologi, tsunami, tornado, dsb, dimana teknologi tidak dapat digunakan untuk mengatasinya), maupun bahaya yang dibuat oleh manusia (dekat dengan lapangan terbang, dekat dengan fasilitas militer yang mempunyai gudang amunisi, dll). Di samping itu PLTN juga harus dibangun di suatu lokasi dimana terdapat suatu jaringan listrik yang dapat memasok cadangan dan sekaligus menyalurkan hasil listriknya dalam suatu batasan teknis tertentu.

PLTN sebagai suatu produk teknologi tentunya merupakan suatu hasil optimasi antara aspek teknologi dan keekonomiannya. Dalam hal gempa bumi, data gempa bumi baik dari sejarah kegempaan daerah tersebut, maupun pengukuran gempa/percepatan tanah digunakan sebagai suatu parameter input dalam menentukan desain keselamatan PLTN yang akan dibangun. Intensitas gempa terbesar yang pernah terjadi dari sejarah gempa seratus tahun, dikalikan dengan faktor keamanan tertentu, akan dijadikan sebagai input untuk mendesain bahwa PLTN dan komponennya harus tahan bila peristiwa tersebut terulang lagi.

Berbagai kondisi yang dapat terjadi, dijadikan sebagai suatu input dalam disain keselamatan PLTN. Sistem keselamatan yang ada dibuat berdasarkan dengan "inherent safety feature" maupun "engineered safety feature", yang akhirnya akan disimulasikan sebagai suatu sumber kecelakaan yang dapat terjadi, dan bagaimana sistem keselamatan PLTN tersebut dapat menahannya. Semua diskripsi sistem keselamatan dan bagaimana sistem menangani masalah ini, dan juga bagaimana organisasi pengelola PLTN menangani masalah ini harus dilaporkan dalam suatu dokumen yang dinamakan dengan Prelimenary Safety Analysis Report (PSAR), yang disyaratkan sebagai dokumen untuk memperoleh izin pembangunannya (bersama dengan dokumen AMDAL).

PSAR harus dilengkapi dengan data pengujian kemampuan sistem keselamatan yang sudah dibangun, dan laporan ini dituangkan dalam Safety Analysis Report (SAR) dan harus diserahkan kepada Lembaga Perizinan sebelum memperoleh Izin Commissioningl operasi sementara.
Untuk menjamin keselamatan PLTN, diterapkan tiga hal pokok: (1) Penegakan peraturan dan pengawasan yang ketat oleh pengawas internal, nasional dan internasional, (2) Penggunaan SDM operator yang handal, tersertifikasi dan secara reguler disegarkan, dan (3) Pemanfaatan teknologi yang proven (teruji) dengan sistem pertahanan berlapis (defence-in-depth).




Masalah limbah radioaktif

Limbah radioaktif yang berasal dari kegiatan industri nuklir, dapat digolongkan menjadi (menurut bentuk fisiknya) limbah padat, cair/semi cair, dan gas. Fasilitas nuklir didisain untuk menangani masalah limbah tersebut dengan sempurna, artinya bahwa sejak tahap disain, fasilitas sudah harus menyiapkan diri untuk menangani limbah gas, cair/semi-cair, dan gas. Hal ini harus dicantumkan dalam dokumen PSAR/SAR dan subjek penilaian dalam penerbitan izin konstruksi.

Paparan (exposure) dari zat Radioaktif (termasuk di antaranya dari penanganan limbah) merupakan subjek dari keselamatan nuklir yang dijadikan items dalam inspeksi oleh lembaga keselamatan yang berwenang. Bilamana ketentuan terhadap keselamatan tidak dipenuhi, pengusaha fasilitas nuklir (dalam hal ini pemiliknya) dapat dikenakan tuntutan pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dari aspek aktivitas dari limbah, limbah radioaktif dapat dibedakan menjadi 3 kategori, limbah umur pendek, menengah dan panjang. Identifikasi jenis limbah (sampai dengan jenis radioaktif dan umurnya) dapat dilakukan dengan mudah, dan berdasarkan identifikasi ini, limbah radioaktif ditangani sesuai standar yang berlaku dan disesuaikan dengan jenisnya.

Untuk diketahui bahwa menurut UU No. 10 th 1997, BATAN mempunyai tugas untuk menangani seluruh limbah radioaktif di Indonesia. Sampai saat ini, dengan fasilitas yang ada di Serpong, disamping limbah radioaktif yang dihasilkan oleh kegiatan nuklir oleh Batan sendiri, limbah radioaktif dari industri, rumah sakit di seluruh Indonesia ditanangi dengan baik.

Masalah masyarakat yang tidak mempunyai kepercayaan terhadap pemerintah, korupsi, dll.

Masalah masyarakat distrust terhadap pemerintah merupakan suatu tantangan tersendiri dalam sosialisasi tentang PLTN. Namun hal ini memang masyarakat tidak dapat disalahkan dan hanya dapat diselesaikan oleh pihak pemerintah, karena bilamana tidak dapat diselesaikan maka kita tidak akan pernah maju dan semakin tertinggal dengan negara lain.

Terhadap masalah ini, yang dapat dilakukan adalah:

  • Setuju bahwa korupsi harus diberantas dan proyek pembangunan PLTN harus terbebas dari korupsi 
  • Perlu partisipasi dari seluruh masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap hal-­hal yang terkait dengan pelaksanaan program PLTN, dengan menyertakan mereka dalam kegiatan terkait dengan PLTN.
  • Selagi masih ada beberapa tahun yang tersisa sampai dengan pelaksanaan pembangunan dimulai dan kemudian PLTN dioperasikan, perlu dilakukan Penyiapan peraturan (tentang CSR, Comunity Development), penyediaan SDM yang nantinya akan diperlukan dalam kegiatan pembangunan dan pengoperasian PLTN.

Siapa yang akan mengoperasikan, bentuk organisasi, dampaknya pada pelaksana operasi? Budaya tidak disiplin?

Pengoperasian PLTN dapat dilakukan oleh BUMN, maupun swasta. Corporate culture dari perusahaan pengelola perlu ditumbuhkan sehingga penegakan disiplin dapat dilakukan. Melihat kinerja dan penampilan beberapa perusahaan swasta di Indonesia, yang memiliki sistem yang baik dan juga penggajian yang memadai, rasanya tidak terlalu sulit untuk mengubah pola kerja dari pekerjanya. (Batan.go.id | JKGR )

KRI Keris Gagalkan Pembajakan Kapal Taiwan

Posted: 26 Jun 2014 01:36 AM PDT

Jajaran Armada RI Kawasan Timur (Armatim) berhasil menggagalkan pembajakan kapal di wilayah perairan Laut Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (25/6). Awak kapal perang RI (KRI) Keris mengamankan tindakan kriminal belasan anak buah kapal (ABK) FN Kuo Rong 333 sekitar 57 mil dari Pulau Lembata, Flores.


Kapal berbendera Taiwan yang dinakhodai Chen Chih Wen itu dibajak ABK-nya sendiri. Kapal hendak dilarikan ke Kepulauan Solomon, timur Papua Nugini. Namun, upaya itu dihadang KRI Keris setelah berkoordinasi dengan pesawat patroli maritim Cassa. Pesawat di bawah pembinaan Pusat Penerbangan TNI-AL (Puspenerbal) tersebut lantas melaporkan data-data koordinat keberadaan kapal Taiwan itu.

''Kapal yang hilang dilaporkan Kantor Search and Rescue (SAR) Kupang ke Gugus Keamanan Laut Koarmatim lost contact sejak Jumat (13/6),'' jelas Kepala Dinas Penerangan Armatim Letkol Laut (KH) Abdul Kadir kemarin. Kapal itu berdimensi panjang 26,02 meter, lebar 5,5 meter, dan berat 99 GT. Ketika ditangkap, jumlah ABK FN Kuo Rong 333 sebanyak 12 orang.


Kadir menjelaskan, untuk membebaskan kapal tersebut, Guskamla Armatim mengerahkan KRI bertipe kapal cepat rudal dan satu Cassa. Kebetulan, unsur pesawat udara itu sedang melaksanakan operasi keamanan laut sehari-hari di perairan Indonesia Timur. Operasi merupakan salah satu upaya penegakan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut Indonesia.

Kadir menambahkan, proses penegakan keamanan di laut sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan internasional. Untuk penyelidikan dan proses hukum lebih lanjut, tersangka ABK dan barang bukti kapal digiring menuju Pangkalan TNI-AL (Lanal) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). (sep/JPNN/c7/ca, www.jawapos.com | JKGR )

No comments