Strategi Militer - Informasi Pertahanan dan Keamanan Indonesia

Strategi Militer - Informasi Pertahanan dan Keamanan Indonesia


Panglima TNI minta prajurit jaga stabilitas politik

Posted: 23 Jun 2014 08:23 PM PDT

Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko minta prajurit ikut menjaga stabilitas politik menjelang Pemilu Presiden 2014 dengan bersikap netral dan profesional.

Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko (ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang)

"TNI tetap bertekad menjaga netralitas dan menjadi prajurit yang profesional," kata Moeldoko di Hanggar Skadron Pendidikan (Skadik) 101 Pangkalan Udara (Lanud) Adisutjipto Yogyakarta, Senin.

Saat memberikan pengarahan kepada prajurit TNI AD, TNI AL, dan TNI AU se-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), ia mengatakan dalam proses Pemilu Presiden 2014 ada purnawirawan TNI yang terlibat.


Menurut dia, keterlibatan purnawirawan TNI dalam dunia politik merupakan hal yang wajar karena mereka juga warga negara yang memiliki hak berpolitik.

"Namun, purnawirawan TNI itu tidak bisa mempengaruhi prajurit karena prajurit tidak bisa dipengaruhi oleh mereka," katanya.

Ia mengatakan mereka tidak lagi menyandang pangkat dan jabatan sehingga prajurit tidak perlu bingung dan was-was menyikapi hal itu.

"Prajurit harus menyikapi hal itu dengan tenang. Prajurit tidak perlu bingung terhadap situasi seperti itu," katanya. (Antara)

40% Komponen Pesawat Tanpa Awak Buatan Lapan Masih Impor

Posted: 23 Jun 2014 07:21 PM PDT

Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) sudah mampu membuat dan membangun pesawat tanpa awak atau Lapan Surveillance Unmanned (LSU) Aerial Vehicle. Komponen produk pesawat tanpa awak ini tidak sepenuhnya buatan lokal. Masih ada yang harus diimpor, seperti mesin dan motor penggerak.

40% Komponen Pesawat Tanpa Awak Buatan Lapan Masih Impor
Pesawat Tanpa Awak Lapan

"Komponen impor masih ada karena memang keterbatasan kita seperti motor dan mesin," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Lapan Jasyanto saat ditemui detikFinance di Kantor Pusat Lapan, Jalan Pemuda Persil, Rawamangun, Jakarta, Senin (23/06/2014).

Selain motor dan mesin, komponen lainnya murni dibuat di Indonesia. Porsi komponen lokal pesawat tanpa awak yang dibuat Lapan jauh lebih besar dibandingkan komponen impornya.


"Kalau untuk kerangka badan pesawat, bentang sayap hingga program dibuat di dalam negeri semua. Porsinya 60% komponen dari dalam negeri sisanya impor," imbuhnya.

Di tempat yang sama, Deputi bidang Teknologi Dirgantara Lapan Rika Andiarti mengakui, masih ada beberapa komponen pesawat yang masih harus diimpor dari negara lain. Impor dilakukan karena keterbatasan industri yang ada di dalam negeri.

"Masih ada komponen yang harus kita impor terutama dari sisi elektronik. Tetapi kita juga mampu membuat alat elektronik lainnya yang dibutuhkan pada jenis pesawat ini," katanya.

Seperti diketahui, Lapan hingga saat ini telah mempunyai 3 jenis pesawat tanpa awak yaitu pesawat tanpa awak jenis Lapan Surveillance UAV-01X dan LSU 02, dan LSU 03. Di tahun ini, Lapan juga sedang mengembangkan jenis pesawat tanpa awak terbaru dengan series LSA 05.

Nantinya pesawat tanpa awak jenis LSA 05 bisa digunakan untuk pemadaman kebarakan hutan dan keperluan pemantauan strategis lainnya. Pesawat ini mampu terbang non-stop 6-8 jam dengan jangkauan tempuh hingga mencapai 1.300 km dan tinggi hingga 5.000 km serta mampu membawa beban hingga 160 kg. (Detik)

Anggaran Terbatas, Lapan Belum Bisa Produksi Satelit Nasional

Posted: 23 Jun 2014 07:14 PM PDT

Keterbatasan dana yang diberikan pemerintah kepada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) membuat sejumlah program termasuk pembuatan satelit belum berjalan optimal.


Tahun ini Lapan mendapatkan alokasi anggaran Rp 800 miliar. Sementara rata-rata biaya pembuatan satelit mencapai Rp 2,5 triliun.

"Kami juga prihatin dengan anggaran untuk antariksa yang besar itu jauh dari semestinya. Kita dengar bank nasional membeli satelit sendiri dengan harga Rp 2,5 triliun untuk 7 sampai 15 tahun ke depan. Dengan anggaran Lapan hanya kurang dari Rp 1 triliun, saya anggap anggaran masih sangat kecil dibandingkan harga satu satelit komunikasi saja," kata Kepala Lapan Thomas Djamaluddin saat melakukan kerjasama penandatangan penggunaan teknologi dengan Pemerintah Daerah di Gedung Utama Lapan, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (23/06/2014).


Thomas menjelaskan, kepemilikan satelit bagi Indonesia penting, untuk berbagai tujuan, seperti untuk komunikasi, kerahasiaan informasi negara, informasi cuaca dan manfaat lainnya. Bila kebutuhan yang besar ini tidak dipenuhi dari produksi dalam negeri, maka Indonesia akan sepenuhnya menumpang satelit dari organisasi atau negara lain.

"Kebutuhan satelit informasi dan penginderaan jauh kita masih bergantung dari negara lain. Satelit sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari negara kita. Satelit jelas membantu mengembangkan daerah. Kalau begitu kita harus mandiri. Sejak tahun 1976 kita menjadi pengguna satelit komunikasi dan hingga saat ini masih bergantung dari negara lain," tuturnya.

Ia sangat berharap pemerintah mendatang bisa membuat program pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Salah satu harapan dia adalah pemerintah mendatang memberikan porsi anggaran yang jauh lebih besar untuk membangun dan mengembangkan IPTEK di dalam negeri.

Lapan bermimpi bisa meluncurkan satelit penginderaan jarak jauh sendiri. Kemudian merancang, membuat, meluncurkan, dan mengorbitkan sendiri. Selain itu Lapan juga berharap sama untuk membangun satelit komunikasi dengan wahana sendiri dan mempunyai bandara sendiri.

"Itu cita-cita besar kami. Mudah-mudahan janji capres dan cawapres untuk mengembangkan IPTEK bukan hanya sekedar janji. Kita harap tahun 2015 pengembangan IPTEK akan tinggi lagi," cetusnya. (Detik)

Helikopter ASW Panther AS565 MB Perkuat Skadron Anti Kapal Selam TNI AL

Posted: 23 Jun 2014 07:08 PM PDT

Rasa gembira menaungi Skadron Udara 400 (Anti Kapal Selam) TNI AL. Pasalnya sebagian rekan mereka tengah berada di Prancis untuk menguji coba dan memilih spesifikasi Helikopter Anti Kapal Selam (AKS) Panther AS-565 MB yang sedang dibeli Kementerian Pertahanan. Gembira karena ada alutsista baru yang segera menemani helikopter AS332 Super Puma, Bell 412EP dan BO-105c, milik Skadron 400. Gembira karena kapal perang mereka akan semakin gahar dan diperhitungkan lawan.

Panther AS-565 MB Perkuat Skadron Anti Kapal Selam TNI AL
Helikopter anti kapal selam AS-565 Panther (photo:eurocopter)

Helikopter AS 565 MB merupakan multi purpose: naval version, serach and rescue, berbasiskan AS 365 N3 (maritime patrol and surveillance platform).

AS 565 MB, bisa digunakan untuk misi: fire support, Anti-Submarine (ASW) dan Anti-Surface Warfare (ASuW), yang bisa dipersenjatai dengan: AS15TT anti-ship missiles, searchlight, Magnetic Anomaly Detector (MAD), dipping sonar, search radar, anti-tank missiles, gun pods, rockets, torpedo dan lain sebagainya. Panther juga dijual oleh Eurocopter ke Amerika Serikat untuk United States Coast Guard (USCG) sebagai HH-65 Dolphin.


Dari 11 helikopter yang dibeli TNI AL, tidak semuanya untuk AKS, namun ada juga versi AKPA dan versi Intai Taktis. Helikopter Panther AS-565 MBe yang dibeli seharga 23 USD/unit ini, sedang disiapkan oleh Skadron 400 TNI AU dan pihak Prancis, untuk mendapatkan spesifikasi yang terbaik, bagi Indonesia.

Untuk misi operasi Naval, AS565MB bisa dikatakan nyaris sempurna: senyap, biaya perawatan murah, multi purpose untuk: surveillance kapal permukaan, Anti-Surface unit Warfare (ASuW) dan Anti-Submarine Warfare (ASW).

Anti Kapal Permukaan

Dengan durasi terbang selama 4 jam, AS565MB masuk kedalam kelas helikopter medium. Helikopter ini dapat melakukan misi Over-the-Horizon Targeting (OTHT) dengan membawa rudal jarak jauh, sehingga efektif sebagai anti-surface warfare (ASUW).

Apalagi jika helikopter ini didukung oleh rudal generasi baru seperti MBDA's Future Anti Ship Guided Weapon (FASGW), maka AS565MB dapat melakukan pencarian, memilah sasaran, serta membayangi atau menyerang sasaran dari balik lengkung bumi (OTHT) secara presisi, tanpa mampu dideteksi oleh kapal musuh. Kapal musuh akan terkendala oleh pola lengkung bumi (OTHT). Ketahanan terbang helikopter ini mencapai waktu 4 jam dengan kecepatan medium (14o km/jam) atau terbang dengan mode OTHT.

Anti Kapal Selam

Sonar yang dipasang di badan kapal laut memiliki kemampuan deteksi yang terbatas, akibat gangguan temperatur maupun tingkat keasinan permukaan air. Daya endusnya sekitar 18 km, untuk melacak kapal selam. Perbedaan permukaan air laut membuat posisi kapal berubah-ubah yang menghasilkan suara dan kecepatan kapal yang berubah-ubah, sehingga mempengaruhi daya endus sonar kapal.

Jangkauan yang terbatas ini bisa tangani lewat helikopter seperti AS565MB yang terbang jauh dan memiliki variable-depth and towed sonar arrays untuk menyelidiki setiap layer, sehingga daya deteksi bisa berkembang jauh mencapai 185 km dan mampu mendeteksi lokasi kapal selam musuh dengan presisi.

Helikopter ini tinggal menunggu agar kapal selam masuk jangkauan torpedo untuk melakukan penembakan "fire and forget". Tentu ada pula kapal selam yang memiliki rudal anti udara, namun umumnya masih jarak pendek.

Dengan peralatan anti kapal selam yang dibawa oleh helikopter, kapal teman dapat melakukan pelacakan dengan radius yang lebih jauh terhadap kapal selam musuh, dibandingkan mendeteksi tanpa menggunakan helikopter.

Mengisi KRI Diponegoro Class.

AS 565MBe mampu melakukan misi Anti Kapal Selam dan Anti Kapal Permukaan selama 4 jam ketika terbang dengan kecepatan 140km/jam. Helikopter ini memiliki kecepatan maksimum +300 km/jam dengan daya jelajah 792 km dengan tanki standar.

Helikopter ASW Panther AS565 MB, akan ditempatkan di KRI Korvet Diponegoro Sigma Class, untuk memperkuat mata dan telinga kapal tempur tersebut.



Sejumlah senjata akan melengkapi helikopter Panther TNI AL, antara lain Torpedo MU 90, Light Anti Ship Missile,maupun canon mounted 20 mm.

Jika TNI AL menggunakan Panther AS-565 MBe, maka Basarnas Indonesia juga menggunakan helikopter buatan Eurocopter ini, yakni versi Dauphin yang versi sipil.



Dari pembelian ini, Indonesia mendapatkan transfer of technology, yang akan diserap oleh PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Selain TNI AL dan Basarnas, TNI AD juga membeli helikopter baru buatan Eurocopter yakni Fennec AS 550. Begitu pula dengan TNI AU yang membeli Eurocopter EC725 Cougar.

Semua angkatan membeli helikopter baru dari Eurocopter. Dengan demikian, perawatan helicopter tersebut semakin mudah dan bisa langsung ditangani di dalam negeri oleh PT DI yang memiliki kemampuan mumpuni, untuk urusan helikopter.

Kerjasama yang komprehensif antara TNI AD, TNI AL, TNI AU dan Basarnas dengan Eurocopter, merupakan peluang besar yang harus dimanfaatkan Indonesia.

Helikopter-helikopter itu dikerjakan secara Co-Production dengan PT DI. Diharapkan kedepannya PT DI mampu mewujudkan helikopter buatan dalam negeri, antara lain melanjutkan proyek helikopter Gandiwa atau jenis lainnya.
(Sumber : Jalo dan Eurocopter | JKGR )

Kekuatan tank Indonesia kalah dari Singapura & Malaysia

Posted: 23 Jun 2014 09:37 AM PDT

Masalah pembelian tank kelas berat Leopard kembali disorot. Kali ini capres Joko Widodo mengkritik tank seberat 62 ton itu terlalu berat untuk jalan-jalan di Indonesia.

Di antara negara-negara Asia Tenggara, faktanya Indonesia tertinggal soal tank kelas berat. Singapura saja sudah memiliki tank kelas berat jenis Centurion sejak 1975. Singapura membeli 63 Centurion Mk3 and Mk7s buatan Inggris untuk memperkuat pertahanan korps lapis bajanya.


Kekuatan tank Indonesia kalah dari Singapura & Malaysia

Tank bermesin Rolls Royce dengan kekuatan 650 tenaga kuda ini berbobot 51 ton. Senjata andalannya kanon 105 mm dan senapan mesin browning.

Tahun 1993 kembali Singapura membeli beberapa buah tank Centurion dari Israel. Seluruh tank Centurion milik Singapura sudah diupgrade sesuai standar militer Israel.


Tahun 2010 Singapore mulai memensiunkan barisan tank Centurion miliknya. Mereka membeli 93 Tank Leopard 2A4S eks Jerman. Dibanding Centurion, Leopard lebih unggul. Tank ini memiliki berat 62 ton dengan kanon 120 mm, proteksinya pun lebih baik.

Kini Singapura diketahui memiliki 182 Tank Leopard. Cukup bergigi jika dibandingkan luas negaranya yang tak seberapa dibanding Indonesia.

Malaysia juga memiliki PT-91M Pendekar sementara Thailand memiliki T-84 Oplot dari Ukraina.

Sementara Indonesia baru membeli tank Leopard tahun 2013. Indonesia akan memiliki 114 Tank Leopard eks Jerman dan 50 tank marder untuk pengangkut pasukan. Namun baru dua unit yang dikirim. Sisanya akan diterima Indonesia secara bertahap.

Selama ini Indonesia mengandalkan kekuatan lapis bajanya pada Tank Scorpion (8,7 ton) dan tank AMX buatan Prancis (13,7 ton). (Merdeka)

Pembelian Tank Leopard babak baru hubungan militer RI-barat

Posted: 23 Jun 2014 09:17 AM PDT

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal (Purn) TNI Pramono Edhie Wibowo bersama rombongan High Level Committee (HLC) Kementerian Pertahanan yang dipimpin oleh Wamenhan, Letjen (Purn) TNI Sjafrie Sjamsoedin berkunjung ke Jerman. Rombongan akan mengikuti upacara pelepasan 52 Tank Leopard yang akan dikirimkan ke tanah air.

Pembelian Tank Leopard babak baru hubungan militer RI-barat

"Kerjasama militer dengan negara barat seperti Jerman menunjukan kepercayaan dunia yang makin tinggi terhadap Indonesia," ujar Pramono dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/6).

Menurut Pramono, peluncuran 52 tank Leopard paket pertama ini terkait kontrak pembelian 164 unit yang telah dilakukan November 2013 lalu. Pramono mengklaim dirinya yang menginisiasi modernisasi alutsista sewaktu masih menjabat Kasad.


Dia menegaskan pembelian sejumlah Tank Leopard dari Jerman ini adalah babak baru hubungan kerjasama militer Pemerintah Indonesia dengan negara barat, khususnya Jerman.

Pramono menambahkan, pembelian 164 unit Tank Leopard itu merupakan bagian penting dari penyegaran alutsista yang terahir dilakukan 30 tahun lalu. Penyegaran ini diperlukan Indonesia dalam menjamin kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Rencananya 52 Tank Leopard jenis MBT dan Marder ini akan tiba di Indonesia di kisaran bulan September 2014." ujar Danpusenkav Brigjen TNI Mulyanto. (Merdeka)

Danjen Akademi TNI : Perang Modern Butuh Kecanggihan Otak

Posted: 23 Jun 2014 07:38 AM PDT

KOMANDAN Jenderal (Danjen) Akademi TNI Marsda TNI Bambang Samoedro, S.Sos.,M.M memberikan pembekalan kepada 453 orang Calon Perwira Remaja (Capaja) lulusan Akmil, AAL dan AAU di Gedung Graha Sabang Merauke (GSM) Akademi Angkatan Udara, Yogyakarta, Minggu (22/6/2014).

Danjen Akademi TNI - Perang Modern Butuh Kecanggihan Otak

Marsda TNI Bambang Samoedro mengatakan, perkembangan globalisasi dunia saat ini sangat dinamis, termasuk didalam  teknis strategi perang. Perang modern kedepan sarat dengan upaya adu domba dan provokasi.

"Paradigma perang modern  adalah  perang kecanggihan otak, kecanggihan sistim, kecanggihan peralatan tempur dan juga  kecanggihan logistik, bukan lagi hanya perang secara konvensional atau tradisional," ujar Danjen Akademi TNI.


Karena itu, katanya, para Capaja harus mempersiapkan diri secara maksimal  agar mampu memahami dan berperan serta mengantisipasi segala efek yang mungkin diakibatkannya.

Disadari atau tidak, bahwa  pengetahuan dan  kemampuan  yang  saudara peroleh selama mengikuti pendidikan  di Akademi TNI, tentunya masih sangat jauh dari cukup apalagi sempurna.

"Oleh karenanya, tidak ada kata cukup untuk ilmu pengetahuan dan wawasan, jangan pernah berhenti dalam menggali dan menimba ilmu," pungkasnya.

Gubernur Akademi TNI didampingi Gubernur AAL Laksda TNI Taufiqoerrochman, S.E., Gubernur AAU Marsda TNI Tabri Santoso, S.E. dan Wagub Akmil Brigjen TNI Sumedy, S.E.,M.M. (POL)

No comments