Strategi Militer - Informasi Pertahanan dan Keamanan Indonesia

Strategi Militer - Informasi Pertahanan dan Keamanan Indonesia


Tank Leopard Bisa Menyelam dalam Air

Posted: 29 Jun 2014 09:55 PM PDT

Adu debat sesi ketiga antara Capres minggu yang lalu memang menghadirkan satu pertanyaan menggelitik terkait dengan tank Leopard 2. Salah satu Capres mengatakan bahwa Leopard tidak cocok, karena jembatan (di pulau Jawa, relevan dengan situasi penempatan Leopard 2 saat ini) tidak sanggup menahan bobot Leopard 2. 

Tank Leopard Bisa Menyelam dalam Air

Di luar fakta bahwa Leopard 2 sudah ditransportasikan dari Bandung ke Surabaya tanpa kendala berarti (termasuk melintasi jalan dan jembatan Pantura), nyatanya para desainer tank kebanggaan, Jerman ini sudah memikirkan bagaimana tank harus bermanuver (dalam keadaan terpaksa) melintasi sungai tanpa jembatan. Maklum saja, rel kereta dan jembatan sudah pasti jadi sasaran pertama serangan udara untuk menghancurkan noda dan kapabilitas transportasi. Di luar hangatnya persaingan antar Capres, ARC hanya ingin menghadirkan fakta Sejati di balik argumen dan opini yang ada.


Dalam triumvirat desain tank, mobilitas dan proteksi adalah dua hal yang bertolak belakang. Semakin tebal perlindungan tank, tentu bobotnya makin berat yang berdampak pada makin turunnya mobilitas. Dibandingkan tank amfibi atau kendaraan intai dengan kulit alumunium yang lebih ringan, MBT jelas bukan tandingan kalau soal diajak lintas genangan. Namun bukan berarti MBT mati kutu saat harus melintas rintangan berupa sungai yang cukup dalam. MBT memang tidak bisa mengambang, tapi bisa menyelam. Tak terbayangkan bukan, monster lapis baja seberat 50-60 ton masuk kedalam sungai, dan tiba-tiba sudah muncul diseberang? Pada kenyataannya, hampir semua pabrikan tank merancang agar MBT lansirannya mampu menyelam pada kedalaman tertentu.

Maklum saja, yang namanya rintangan berupa lintasan air adalah hal jamak yang ditemukan diseluruh bentang benua, khususnya Eropa, yang merupakan benua asal MBT Leopard 2. Berdasar estimasi, rata-rata di daratan Eropa terdapat bentang air berupa sungai atau kanal selebar 6 meter setiap 20km, kemudian selebar 100 meter setiap 35-60km, 100-300 meter setiap 100-150km, dan selebar 300 meter setiap 250-300km. Untuk permukaan air yang tak terlalu dalam seperti genangan atau kanal kecil, MBT seperti Leo 1 dan 2 didesain dengan kemampuan dasar water-wading atau melintasi genangan sampai kedalaman 1-1,4 meter, namun untuk sungai dalam, MBT harus mengandalkan varian AVLB atau jembatan ponton.


Namun kedua opsi penyeberangan diatas tetap punya batasan. Kalau harus mengandalkan jembatan gunting, rentangnya terbatas sementara lebar sungai bisa mencapai 50, bahkan 300 meter. Jembatan ponton pun relatif lama dalam menyeberangkan tank. Oleh karena itu, MBT didesain agar bisa menyelam dan melanjutkan perjalanan secara mandiri, dengan batasan-batasan tertentu. Operasi lintas badan air (water-fording) tergolong operasi yang amat riskan dan berbahaya, karena pengemudi benar-benar buta dengan keadaan sekitar saat ada di dalam air.

Dasar sungai pun biasanya penuh sedimentasi lumpur yang bisa membuat transmisi selip dan rantai terpeleset sehingga tank keluar dari jalur. Belum lagi kesiapan mesin yang harus dalam keadaan prima agar tidak overheat dan lalu berhenti saat tank sedang berada di dasar sungai. Setelah keluar pun, tank juga harus langsung siap tempur, mengingat dalam operasi sebenarnya, para awaknya harus siap untuk segala kemungkinan. Pemilihan titik penyeberangan harus dicermati oleh pasukan pengintai, bebas dari kehadiran pasukan musuh, jangkauan artileri lawan, ataupun hambatan di permukaan air seperti es yang membeku atau ranting dan batang kayu. Operasi penyeberangan harus dilakukan dalam keadaan teratur dan tak terburu-buru, karena kerusakan pada snorkel berarti kematian pelan bagi krunya. Membuka hatch di kedalaman 4 meter sama sekali tak bisa dilakukan, dan dalam keadaan darurat, awak MBT yang tenggelam hanya bisa berdoa dan berharap pada kru kendaraan recovery yang bisa makan waktu berjam-jam.

Krauss-Maffei sebagai perancang Leopard 1 dan Leopard 2 sudah menyiapkan sejumlah alat yang memampukan MBT andalan Jerman ini untuk berenang. Berbeda dengan Uni Soviet yang menggariskan bahwa komandan harus tiba diseberang lebih dulu dan mengarahkan tanknya yang sedang menyelam via radio, doktrin Jerman menggariskan bahwa dalam keadaan apapun, komandan harus tetap tinggal bersama dengan tank dan awaknya. Teknik water-fording pada Leopard 1 dan 2 secara garis besar sama, dimana komandan mengarahkan gerak tank dengan snorkel khusus berbentuk menara yang mencuat diatas permukaan air.

Syarat pertama agar Leo 1 dan 2 mampu menyeberang adalah kedalaman air, yang tak boleh melebihi 4 meter agar tak membahayakan mesin. Seluruh lubang bukaan pada tank-lubang meriam, mulut laras senapan mesin koaksial dan senapan mesin diatas kubah, lensa optik, lubang knalpot, lubang tempat memasukkan munisi, hatch, harus dipastikan dalam keadaan tertutup sempurna, dan bila diperlukan dilapis dengan gemuk khusus yang mampu menahan air untuk tidak masuk. Sil-sil karet harus dipastikan agar tidak robek ataupun berlubang. Snorkel kemudian dipasang pada hatch komandan, dimana snorkel ini terbagi dalam tiga segmen teleskopik yang bisa dipanjangkan atau dipendekkan, disesuaikan dengan kedalaman air. Didalam snorkel ini juga terdapat tangga, sehingga komandan dapat memanjat keluar dan melihat keadaan sekaligus mengarahkan tank saat berjalan didalam air. Snorkel desain Jerman ini memiliki keunggulan, karena memungkinkan awaknya menyelamatkan diri dalam keadaan darurat, mengingat diameternya yang bisa dilalui manusia. Pengemudi juga mengecek deviasi dari jalannya tank, dengan mengemudi dalam keadaan lurus, dan melihat simpangan yang dihasilkan. Seperti ban mobil, track pada tank pun memerlukan spooring

Setelah persiapan penyeberangan siap-pengecekan selesai, kubah dan laras dikunci kearah belakang seperti dalam konfigurasi pengangkutan trailer sehingga tak menimbulkan hambatan dan tekanan tidak merusak seal di mulut laras, tank dijalankan dengan sangat pelan agar tak menimbulkan gelombang berlebih saat mulai memasuki air. Udara yang diperlukan oleh mesin kini dipasok melalui snorkel, karena katup di knalpot sudah ditutup melalui sistem hidrolik, dan sistem pendingin dibanjiri oleh air agar mesin tidak lekas overheat. Leopard memiliki bilge pumps yang
bekerja dengan memompa air yang masuk ke kompartemen awak dan mesin. Komandan yang memunculkan tubuhnya diatas snorkel berbicara dengan menggunakan interkom, memberi perintah bagi pengemudi yang tak bisa melihat apapun didalam air. Leopard dijalankan dalam gigi maju terendah, bergerak terus sampai akhirnya muncul di permukaan seberang. Setelah tiba diseberang, persiapan pasca penyeberangan pun dilakukan, dengan melepas semua sumbat-sumbat yang ada.

Namun dalam keadaan darurat, misalkan MBT harus dipersiapkan untuk bertempur, snorkel dapat dilepaskan secara cepat dengan bahan peledak kecil yang sudah terpasang. Sumbat pada mulut laras tank tak perlu dilepas, karena akan luruh begitu saja saat munisi 120mm melesat meninggalkan laras.

Pada dasarnya, operasi water-fording merupakan operasi yang sangat riskan bagi tank dan awaknya, dan biasanya dilakukan sebagai cara terakhir pada saat sudah tak ada alternatif penyeberangan. Oleh karena itu, lokasi jembatan selalu menjadi titik yang harus direbut secara cepat bagi pasukan yang melakukan invasi, karena lebih mudah melintasi sebuah jembatan dibandingkan harus menyiapkan operasi water fording yang menempatkan satu skuadron tank dalam keadaan tak berdaya. Sementara bagian yang bertahan harus mempertahankannya mati-matian, atau bila sudah tidak ada cara lagi, menghancurkannya sebelum tank musuh dapat melintas. (ARC)


Metri BUMN Dukung PTDI Bikin Jet Tempur dan Pesawat Militer

Posted: 29 Jun 2014 04:32 PM PDT

BUMN produsen pesawat yaitu PT Dirgantara Indonesia (PTDI) tengah merancang pesawat tempur baru Indonesia Fighter Xperiment (IFX), bersama Koreal Selatan. Pemerintah mendukung penuh.

Metri BUMN Dukung PTDI Bikin Jet Tempur dan Pesawat Militer

Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, rancangan jet tempur tersebut merupakan program PTDI. "PTDI itu sekarang paling ramai pekerjaannya. Belum pernah PTDI sesibuk sekarang ini. Ordernya banyak sekali. Jadi dalam sejarah PTDI, sekaranglah ordernya paling banyak," tutur Dahlan di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Jumat (27/6/2014).


PTDI diminta untuk meningkatkan kemampuannya memproduksi pesawat, khususnya pesawat militer. Dahlan mengatakan, PTDI merupakan BUMN di sektor industri strategis seperti Pindad dan PT PAL.

Bagaimana dukungan Dahlan terhadap PTDI? Mantan Direktur Utama PLN ini mengatakan, dirinya setuju agar PTDI memproduksi pesawat yang anggarannya ada.

"Misalnya PT PAL, anggarannya dari Kemenhan untuk membuat kapal perang itu banyak sekali. Karena itu harus fokus kemampuannya di bidang industri pertahanan. Jangan lantas tiba-tiba memproduksi kapal niaga yang akhirnya malah menyulitkan," jelas Dahlan. (Detik)

Foto Serah Terima Tank Leopard

Posted: 29 Jun 2014 04:00 PM PDT

Penyerahan dua jenis tank Leopard dan Marder secara simbolis dilakukan beberapa waktu yang lalu di pabrik Rheinmetall, Unterluss, Jerman. Pemerintah Indonesia telah membeli 180 unit Tank Leopard dan Marder (main battle tank) untuk modernisasi alutsista termasuk dalam Rencana Strategis (Renstra) yang disusun pemerintah dan TNI.

Penyerahan dua jenis tank Leopard dan Marder secara simbolis dilakukan beberapa waktu yang lalu di pabrik Rheinmetall, Unterluss, Jerman. Foto: Dok. Kemenhan






Sumber : Viva Foto

Indonesia Mencari Titik Temu di Laut China Selatan

Posted: 29 Jun 2014 02:16 AM PDT

Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, mengatakan, dalam debat calon presiden yang berlangsung pada Minggu 22 Juni 2014, tidak ada perbedaan substantif atau menonjol saat kedua capres menjawab isu Laut China Selatan. Pemaparan kedua kandidat, menurut dia, saling melengkapi.

Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa

Pernyataan itu dikemukakan Marty di Hotel Sari Pan Pacific, Selasa 24 Juni 2014 malam, di sela Sidang Komisi Bersama V antara Indonesia dan Bulgaria. Marty mengatakan, dia memahami ada pihak-pihak yang seolah-olah menyebut ada perbedaan pandangan di antara kedua capres.

"Saya tahu memang ada pihak yang seolah-olah mengatakan ada perbedaan. Tetapi, yang disampaikan oleh salah satu capres memang menekankan kontribusi terhadap penanganan masalah ini. Tetapi, kontribusi yang diberikan harus tepat dan betul-betul bisa menjadi solusi. Pada dasarnya memang betul begitu," kata Marty.


Indonesia, menurut Marty, akan berkontribusi sesuai dengan kemampuan dan kemungkinan. Marty juga sepakat Indonesia memang bukan termasuk salah satu negara yang ikut bersengketa mengenai pulau-pulau yang ada di kawasan Laut China Selatan.

"Apabila berbicara mengenai sengketa di Laut China Selatan, seperti yang kita pahami sekarang ini, contohnya untuk Kepulauan Paracel dan Spratly, jelas Indonesia bukan termasuk salah satu negara yang bersengketa. Yang bersengketa di sana kan Tiongkok, Entitas Taiwan, Brunei, Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Namun, Indonesia memiliki peluang untuk mencoba cari titik temu," ujarnya. (VivaNews)

Di ASEAN, Hanya Indonesia yang Mengembangkan Pesawat Jet Tempur

Posted: 29 Jun 2014 02:13 AM PDT

Indonesia saat ini sedang mengembangkan pesawat atau jet tempur canggih. Program pengembangan jet tempur tersebut bernama Indonesia Fighter Xperiment (IFX), dengan menggandeng Korea Selatan. Di ASEAN, baru Indonesia yang mengembangkan pesawat tempur canggih generasi 4,5 tersebut.

Di ASEAN, Hanya Indonesia yang Mengembangkan Pesawat Jet Tempur

"Di negara ASEAN belum ada," kata Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga di Kemenhan Silmy Karim kepada detikFinance, Jumat (27/6/2014).

Mahalnya biaya pengembangan jet tempur yang lebih canggih daripada pesawat F-16 itu, menjadi alasan kenapa hanya Indonesia yang mengembangkan jet tempur di ASEAN.


Selain itu, pengembangan jet tempur tersebut diharapkan mampu memicu kebanggaan terhadap Indonesia. "Ini bagian ini peningkatan kebanggaan. Ini juga merupakan proses transparansi ke publik," sebutnya.

Prototype atau purwarupa IFX bisa direncanakan mengangkasa mulai 2020. Untuk pengembangan prototype dilakukan di Korea Selatan. Dua tahun berselang dan setelah proses penyesuaian untuk kebutuhan TNI, IFX memasuki fase produksi massal. Untuk bagian Indonesia, akan diproduksi di fasilitas milik PT Dirgantara Indonesia (PTDI) di Bandung, Jawa Barat.

"Program bersama dilakukan di sana (Korsel), ketika produksi kita buat di sini," sebutnya.
 

Sumber : Detik

Merespons Sengketa Kawasan, Pertahanan NKRI Perlu ‘Short Sharp War’

Posted: 29 Jun 2014 02:09 AM PDT

Konsep perang yang disebut short sharp war yang menitikberatkan pada Control, Command, Communication, dan Intelligent (C3I), mutlak diperlukan dalam membangun kekuatan pertahanan negara. Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) tahun 2000, Laksamana (Purn) Achmad Sutjipto menegaskan hal tersebut saat ditemui JMOL beberapa waktu lalu.

Salah satu bagian Latgab TNI di Pantai Banongan, Situbondo, Jawa Timur. (Foto: Dispenal)

"Skenario perang yang disebut dengan short sharp war, merupakan perang cepat untuk memukul musuh pertama kali dan harus menang. Perang pertama sangat menentukan, karena sehabis perang pertama pasti ada kekuatan ketiga yang melerai dan kita tidak malu. Jika kita menang maka akan berpengaruh pada perang-perang berikutnya," ujar Achmad.

Lebih jauh, Achmad mengutarakan bahwa konsep short sharp war yang ditopang C3I akan terjadi di wilayah Indonesia, menghadapi memanasnya situasi kawasan. Sebagai contoh, adanya sengketa Laut Tiongkok Selatan yang sudah sangat nyata ada.


Maka dari itu, sudah sepantasnya Indonesia berbenah terhadap alutsista dan pemutakhiran sistem C3I untuk menghadapi short sharp war dalam waktu dekat.

"Modernisasi dalam hal Command, Control, Communication, Inteligent atau biasa disebut C3I sangat dibutuhkan yang up to date dan real time, dan itu akan mengkover seluruh ruang tempur atau battle space dalam upaya mempertahankan NKRI," ucapnya.

Kritikan terhadap MEF

Bicara alutsista terkait juga dengan sarana pendukungnya dalam konteks C3I. Jadi, tidak dapat terlepas dengan Minimum Essensial Force (MEF) yang telah ditetapkan hingga 2024 selama tiga tahap.

"Apakah konsep MEF dirancang untuk short sharp war? Tidak. MEF hanya dirancang berdasar feeling the gap atau adanya kesenjangan kita dengan negara tetangga seperti kesenjangan ekonomi, kesenjangan teknologi, dan kesenjangan posisi," tegasnya.

Pasalnya, dalam perjalanan MEF tahap I kurun waktu 2010-2014, Indonesia masih mengalami kebocoran potensi laut sebesar Rp 40 triliun per tahunnya. Sudah selayaknya pemimpin ke depan meninjau ulang MEF, apakah masih layak atau tidak.

"Saya yakin, kedua capres kita akan meninjau ulang lagi, karena yang namanya kebijakan itu harus dinamis dan fleksibel. Tidak boleh harga mati," tuturnya.

Ia menambahkan, berubahnya kebijakan dapat terkait kondisi tertentu, misalnya keterkaitan keamanan kawasan di ASEAN dan meningkatnya perekonomian. Kedua hal itu dapat mengubah suatu kebijakan. (JurnalMaritim)

Posisi Indonesia dalam Konflik Laut China Selatan

Posted: 29 Jun 2014 02:04 AM PDT

Benarkah Indonesia tidak ada sangkut paut apa pun dengan konflik Laut China Selatan (LCS)? Persoalan yang muncul dari jawaban Joko Widodo (Jokowi) pada debat capres (22/6), hingga detik ini masih menjadi perdebatan.

Indonesia dalam Konflik Laut China Selatan

Secara spesifik, pro-kontra terbagi menjadi dua, apakah Indonesia tidak menjadi bagian dari konflik tersebut dan apakah harus berdiam diri melihat potensi konflik di wilayah ini. Persoalan ini perlu mendapat perhatian karena bisa menjadi indikator untuk mengukur sejauh mana calon pemimpin Indonesia berkomitmen menjaga kedaulatan NKRI dan memahami politik luar negeri.

Pembukaan UUD 1945 sudah secara tegas mengamanatkan: kepentingan nasional Indonesia adalah menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, keselamatan dan kehormatan bangsa, serta ikut secara aktif dalam usaha perdamaian dunia.


Memaham konflik LCS memang tidak terlepas dari ambisi China membangkitkan kejayaan imperium masa lalu mereka. Kekuatan raksasa baru dunia tersebut mematok apa yang disebut China 9 dash line yang meliputi 90% area LCS.

Dalam konflik ini, seperti disampaikan Menlu Marty Natalegawa, Indonesia tidak punya kepentingan langsung karena memang tidak pernah bergesekan secara fisik dengan China seperti ditunjukkan Filipina untuk memperebutkan Scarborough Shoal dan Spratly Islands atau Vietnam untuk dalam sengketa Spratly Islands dan Paracel Islands.

Kepulauan Indonesia pun tidak ada yang masuk dalam klaim tumpang tindih seperti dialami Malaysia dan Brunei Darussalam di Spratly Islands. Bahkan, Kemenlu China sudah menegaskan bahwa Beijing tidak memiliki perselisihan dengan Jakarta.

Namun, kita tidak bisa menutup fakta ada irisan di wilayah ZEE. Persoalannya, diperut bumi di bawah laut ini tersimpan cadangan gas dan minyak terbesar di dunia. Berdasarkan data, di wilayah ini salah satunya terdapat blok gas dan minyak, Blok Natuna D-Alpha, yang menyimpan 500 juta barel. Total potensi gas bahkan diperkirakan mencapai 222 triliun kaki kubik.

Cadangan ini tidak akan habis dieksplorasi 30 tahun ke depan. Apakah China tidak tertarik dengan kue yang demikian menggiurkan? Apakahklaim LCS sebatas romantisme historis, tidak bermuatan politis dan ekonomis.

Fakta yang ada, Negeri Tirai Bambu itu sudah memasang rig pengeboran di kawasan yang diperebutkan dengan Vietnam dan sempat memicu gesekan. Karena itulah, seusai berkunjung ke Beijing, Agustus tahun lalu, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko secara lantang mengatakan, "Kami adalah negara yang berdaulat, kami akan melindungi wilayah kami dan melakukan apa pun yang diperlukan untuk melindungi kedaulatan kami.

"Secara konkret, TNI sudah membangun shelter Sukhoi di Lanud Ranai, Natuna dan sudah mengubah doktrinnya dari defensif-aktif menjadi defensif-ofensif. Sejauh ini, memang belum terlihat kasatmata akan pecah perang. Tapi lihatlah laporan IHS Jane, Asia-Pasifik adalah satu-satunya wilayah duniayang pengeluaran militernya terus tumbuhsejak2008.

Tentu saja salah satu hotspot-nya adalah kawasan LCS. Menteri Pertahanan AS Leon Panetta bahkan sudah secara gamblang mengisyaratkan negaranya akan menggeser 60% kekuatan militernya ke Asia-Pasifik mulai 2012hingga2020.

Kini pangkalan AS sudah tersebar di Pulau Diego Garcia, Christmas, Cocos, Darwin, Guam, Filipina, dan sangat mungkin terus berputar hingga Malaysia, Singapura, Vietnam, hingga Kepulauan Andaman dan Nicobar. Bukankah posisi kita berada di tengahnya?

Adapun China sudah mendapat lampu hijau membangun pangkalan aju di Timor Leste untuk armada lautnya dan sudah menjajaki medan Samudra Hindia di selatan Jawa. Dengan anggaran militer sangat besar dan terus meningkat rata-rata di atas 11%—pada 2014 ini mencapai sekitar USD131.5 miliar— tidak heran negeri tersebut kini mengebut membuat satu destroyer per tiga bulan hingga terwujud 12 unit DDG kelas 052D dan menambah dua kapal induk lagi dalam enam tahun ke depan.

Langkah ini dilakukan sebagai persiapan operasi tempur jarak jauh dan penguatan logistik. Diperkirakan pada 2020, China menjadi raksasa sesungguhnya. Di sinilah Indonesia harus memainkan perannya mewujudkan politik luar negeri bebas aktif untuk menciptakan perdamaian dunia.

Sebagai negara nonblok, sesepuh ASEAN, dan bemper di selatan LCS, Indonesia adalah satu-satunya negara yang bisa mencegah pecahnya perang yang konon bisa menjadi Perang Dunia III. Dengan demikian, presiden ke depan harus bisa juga menjadi pemimpin di level global. (Sindo)

Hanya dalam Enam Bulan, Kalahkan Drone Wulung

Posted: 29 Jun 2014 01:51 AM PDT

PENELITI yang sehari-hari menjabat sebagai direktur Advanced Marine Vehicles Research Center di Universitas Surya tersebut memang sudah lama terobsesi pada dunia penerbangan. Berbekal pengetahuan dan pengalaman selama lebih dari 20 tahun di bidang penerbangan, doktor lulusan Universitas Nagoya, Jepang, tersebut membuka harapan baru bagi dunia kedirgantaraan dan militer Indonesia dengan menciptakan pesawat tanpa awak yang diberi nama Super Drone.

Hanya dalam Enam Bulan, Kalahkan Drone Wulung
BUAH KERJA KERAS: Thombi Layukallo (kiri) bersama tim pembuat Super Drone saat akan uji coba di kawasan Batujajar, Bandung Barat. (Thombi Layukallo for Jawa Pos)

Berawal dari penunjukan dirinya sebagai penanggung jawab penelitian dan pembuatan drone oleh Universitas Surya yang bekerja sama dengan TNI-AD, Thombi lalu mengumpulkan sejumlah peneliti sebagai tim pembuat Super Drone. Jumlahnya tujuh orang dan semuanya merupakan pakar di bidang aeromodeling.


Tim itu juga diperkuat tim ahli dari TNI-AD. "Jadi, total tim beranggota 14 pakar," kata Thombi kepada Jawa Pos saat ditemui Rabu lalu (25/6).

Mantan peneliti BPPT (Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi) itu mengatakan, proyek tersebut nyaris membuat para anggota tim kencing berdiri. Sebab, proyek itu sejak awal ditargetkan selesai dalam enam bulan. Hal tersebut terkait dengan dana yang terbatas, yakni sekitar Rp 1 miliar. Waktu enam bulan itu relatif singkat untuk sebuah proyek pembuatan pesawat tanpa awak. Juga, mulai Oktober 2013 proyek itu dieksekusi.

Meski begitu, Thombi cs tidak lantas mundur. Target waktu yang singkat dan biaya yang terbatas bagi sebuah proyek berteknologi tinggi tersebut mereka jadikan tantangan. Thombi juga perlu memompa semangat timnya agar bekerja keras menyelesaikan proyek itu sesuai dengan target waktu yang dicanangkan.

"Harus siap berpanas-panas. Kalau tidak mau, jangan bergabung di tim ini," tegasnya.

Dengan berbekal pengetahuan, ketelitian, dan kerja keras, akhirnya Thombi cs berhasil menyelesaikan pembuatan Super Drone dalam waktu enam bulan pada Maret 2014. "Sepanjang sejarah di Indonesia, yang saya tahu, (pembuatan drone) ini rekor tercepat. BPPT saja itu butuh waktu 15 tahun," ujar pria kelahiran Jakarta, 20 Agustus 1966, tersebut.

Tidak hanya selesai membuat bodi, Thombi dan kawan-kawan juga sukses membuat Super Drone bisa terbang nyaris sempurna. Pesawat tanpa awak itu kali pertama diuji coba di lokasi latihan Kopassus di kawasan Batujajar, Bandung Barat, Jawa Barat.

Memang menerbangkan Super Drone yang baru jadi tersebut tidak bisa sembarangan. Perlu memperhatikan kondisi cuaca dan arah angin. Sebab, apabila salah memperhitungkan cuaca, drone bisa gagal lepas landas atau jatuh.

"Makanya, harus sabar. Kalau tidak bisa hari ini, ditunggu sampai besok hingga cuacanya bagus dan memungkinkan untuk menerbangkan," terang Thombi.

"Momen yang paling luar biasa adalah ketika melihat drone berhasil lepas landas. Rasanya, terbayar kerja keras kami selama ini," tambah doktor yang pernah bergabung di Japan Society for Aeronautical and Space Sciences tersebut.

Super Drone karya Thombi dan timnya punya bobot total 120 kilogram dengan rentang sayap 6 meter dan panjang 4 meter. Drone itu mampu membawa bahan bakar bensin hingga 20 liter di udara. Bensin dibawa dengan menggunakan dua tabung yang diletakkan di tiap-tiap sayap. Dengan stok bahan bakar sebanyak itu, Super Drone mampu terbang 6–9 jam dengan daya jelajah sejauh sekitar 100 kilometer. Pesawat itu juga bisa membawa beban seberat 45 kg saat terbang.

Meski bukan drone pertama yang dibuat di Indonesia, terang Thombi, Super Drone akan menjadi bagian dari alutsista (alat utama sistem persenjataan) TNI-AD untuk kepentingan pertahanan negara. Ke depan, Super Drone disempurnakan sehingga dapat digunakan untuk menyerang musuh, seperti Predator Drone milik Amerika Serikat atau Eitan kepunyaan Israel.

"Tidak hanya untuk pertahanan, untuk aksi kombat juga bisa. Misalnya, tabung bensin diganti dengan bom. Minimal dapat digunakan untuk latihan menjatuhkan bom," terang Thombi.

Menurut rencana, Super Drone dilengkapi dengan kamera pengintai di bagian bawah kepala pesawat. "Saat ini belum dipasangi karena masih butuh penyempurnaan. Kamera itu mahal harganya. Kalau dipakai sekarang, terus jatuh, saya bisa nangis," ucapnya.

Kendati demikian, Thombi mengakui bahwa Super Drone masih jauh dari sempurna. Banyak bagian drone di sana-sini yang masih butuh penyesuaian dan penyempurnaan agar dapat digunakan di lapangan.

Menurut Thombi, yang paling sulit dalam penyempurnaan Super Drone adalah menentukan titik keseimbangan pesawat. Thombi, yang menamatkan program S-1 di Jurusan Teknik Penerbangan Texas A&M University, AS, mengatakan bahwa titik keseimbangan dalam pembuatan pesawat merupakan salah satu yang paling vital. Sebab, beda berat 1 gram saja akan memengaruhi posisi pesawat saat berada di udara.

"Kalau mobil atau truk beda berat di samping atau depan-belakangnya, ia masih bisa jalan di darat. Kalau pesawat, akan jatuh. Makanya, bidang penerbangan menuntut untuk disiplin dan teliti menghitung semuanya," ujar dia.

Sebab, lanjut dia, waktu enam bulan yang diberikan buat penelitian dan penyelesaian drone tidak mencukupi untuk menciptakan drone yang punya kemampuan baik. "Waktu enam bulan ya hasilnya adalah enam bulan itu. Jangan ini dibandingkan dengan drone milik Israel. Penelitian mereka bertahun-tahun dengan dana yang unlimited. Jadi, harus dibandingkan apple-to-apple," tuturnya.

Selain bidang penerbangan, Thombi ternyata juga menekuni bidang maritim. Dia pernah terlibat dalam pembuatan kapal laut dan kapal selam kecil untuk keperluan penelitian di salah satu perusahaan pembuat kapal.

Bagi Thombi, sistem kerja pesawat terbang dan kapal selam tidak jauh berbeda karena sama-sama melayang. Bedanya, pesawat melayang di udara, sedangkan kapal selam "melayang" di air laut. "Bedanya ada di fluidanya. Yang satu udara dan satunya air," ucapnya seraya tertawa.

Pengetahuan mengenai udara dan air tersebut dia wujudkan melalui hasil riset berupa perahu hovercraftyang dirancang dapat terbang di atas air. Perahu itu dapat melayang karena dilengkapi dengan sebuah kipas yang mengarah ke bawah dan sayap. Dengan mengatur pada kecepatan tertentu, perahu akan terbang statis setinggi sekitar 1 meter dari permukaan air.

Hovercraft terbang tersebut akan digunakan untuk program iFly yang dia gagas. Proyek itu merupakan program sosial untuk memperkenalkan pengetahuan berbasis teknologi tingkat tinggi kepada anak-anak putus sekolah. Dalam program tersebut, Thombi bakal memperkenalkan perahu terbang karyanya itu dan mengajak anak-anak untuk ikut mempelajari kinerjanya.

"Dengan memperkenalkan teknologi tingkat tinggi, anak-anak jalanan itu akan termotivasi bahwa mereka juga bisa menciptakan teknologi. Mereka punya potensi yang tidak mereka sadari, yaitu otak yang luar biasa," tegas dia.  (Jawapos)

No comments