Strategi Militer - Informasi Pertahanan dan Keamanan Indonesia

Strategi Militer - Informasi Pertahanan dan Keamanan Indonesia


TNI beri alat detektor di perbatasan Indonesia-Papua Nugini

Posted: 01 Jul 2014 09:44 PM PDT

Kodam XVII Cenderawasih, akan membantu alat pendeteksi logam (metal detektor) untuk mengawasi perbatasan Indonesia-Papua Nugini khususnya di Skouw. Pemberian metal detektor itu untuk melacak masuknya barang-barang seperti senjata.

TNI beri alat detektor di perbatasan Indonesia-Papua Nugini

Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Christian Zebua, mengatakan alat tersebut akan diserahkan ke Yonif 632 yang bertugas di perbatasan.

Untuk itu, kata Mayjen Zebua, pihaknya terlebih dahulu akan melatih anggota batalyon tersebut agar dapat menggunakan alat tersebut dengan baik. Dengan bantuan tersebut diharapkan dapat mendeteksi masuknya barang-barang yang mengandung logam seperti senjata dan amunisi.


"Metal detektor diharapkan dapat membantu mendeteksi senpi beserta amunisi yang dilaporkan sering masuk melalui jalur legal yakni pintu masuk perbatasan," kata Pangdam Cenderawasih yang wilayahnya meliputi Provinsi Papua dan Papua Barat itu, kepada Antara seusai gelar pasukan TNI menjelang pemilu presiden di Jayapura, Rabu (2/7).

Menurut Mayjen Zebuaa, TNI bersama polisi berupaya bersama-sama mencegah masuknya senjata ke wilayah Papua khususnya ke daerah yang dianggap rawan kelompok bersenjata.

"Mudah-mudahan kami dapat mencegah masuknya senjata ilegal ke kelompok masyarakat karena bila itu terjadi akan sangat berbahaya," kata Mayjen Zebua.

Gelar pasukan yang diikuti sekitar 300 anggota TNI itu sekaligus dilakukan pengecekan peralatan tempur di lingkungan Kodam XVII Cenderawasih. (Merdeka)

Indonesia Butuh 755 Kapal Perang, 4 Buah Kapal Induk, 22 Kapal Selam

Posted: 01 Jul 2014 04:23 PM PDT

Pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, berpendapat, perlu ada koreksi mendalam tentang pendekatan penyusunan Minimum Essential Force (MEF). Selama ini, ia menilai, pelaksanaan MEF hanya terfokus pada pendekatan anggaran yang tersedia, tidak didasarkan pada ancaman yang berkembang. Jika ini terus dilakukan, MEF tidak akan tercapai.

Kapal LPD 125 KRI Banjarnmasin 593 buatan PT PAL
Kapal LPD 125 KRI Banjarnmasin 593 buatan PT PAL

"Jika pengukuran MEF itu berdasarkan ancaman, artinya angkanya harus berubah tiap tahun. Ancaman kita 10 tahun lalu, ancaman kita 5 tahun lalu, dengan ancaman kita hari ini, kan sudah berubah," ucap Connie.

Ia menjelaskan, dinamika ancaman kawasan saat ini sudah cukup kompleks. Oleh karenanya, penegasan terhadap paradigma outward looking TNI yang sudah dicetuskan sejak reformasi 1998, perlu segera diwujudkan, tidak sekadar wacana di atas kertas.


"Seperti ada ancaman ketika Tiongkok menetapkan kebijakan green water policy. Green water policy Tiongkok akan masuk sampai pada Selat Malaka. Dan blue water Tiongkok akan masuk sampai Samudera Hindia. Kalau kita mengukur MEF dari ancaman tersebut, seharusnya sudah berubah hitungan MEF dari Kemhan hari ini," katanya.

Untuk matra laut, Connie berpandangan, Indonesia setidaknya memerlukan 755 kapal perang KRI, 4 buah kapal induk, dan 22 kapal selam. Kebutuhan ini untuk melindungi kepentingan Indonesia, minimum hingga 60 tahun mendatang.

"Visi MEF saya bagaimana melindungi kepentingan Indonesia minimum 60 tahun mendatang. Visi MEF hari ini itu per 10 tahun, susah. Itu cara perhitungannya berbeda," cetus Connie.

Dia melihat kemunduran cara berpikir dalam paradigma pembangunan pertahanan Indonesia sekarang. Salah satunya, masih dominannya orientasi pertahanan darat. Seharusnya, jika sejalan dengan doktrin outward looking military, arah penguatannya ada pada matra laut dan udara.

"Paradigma pertahanan kita juga terlalu berorientasi kepada daratan. Cara kita menetapkan ancaman kita juga dari darat. Kenapa kita tidak seperti zaman nenek moyang kita dahulu, seperti kerajaan Ternate dan Tidore misalnya? Mereka melihat ancaman itu dari laut. Makanya kenapa dulu kekuatan maritim kita bisa sampai ke Madagaskar. MEF kita zaman sekarang kalah dengan MEF kita zaman Tidore. Cara berpikir kita sekarang benar-benar mundur," pungkasnya. (JurnalMaritim)

TNI AL Beli 2 Kapal Oceanographic dari Prancis

Posted: 01 Jul 2014 04:21 PM PDT

TNI AL telah memesan 2 kapal baru, Offshore Support Vessel (OSVs) 60 meter dari Prancis, melalui perusahaan galangan kapal OCEA SA, ujar Kabaranahan Kemenhan Laksda Rachmad Lubis, 26/06/2014.

TNI AL Beli 2 Kapal Oceanographic dari Prancis

Kontrak senilai 100 juta USD telah ditandatangani pada bulan Oktober 2013, setelah tercapainya negosiasi antara perwakilan pemerintah Indonesia dan Prancis.

"Perusahaan Korea Selatan ikut partisipasi dalam tender. Namun setelah meninjau kembali kemampuan kapal yang dibutuhkan, termasuk teknologinya yang harus ada di kapal, maka kami memutuskan untuk membeli buatan Prancis", ujar Laksda Lubis, dalam kunjungannya ke galangan kapal di Les Sables d'Olonne, tempat dua OSVs Indonesia dibangun.


TNI AL berencana mempersenjatai kapal ini dengan satu senjata kaliber 20 mm dan dua senjata mesin kaliber 12,7 mm, untuk melindungi kapal ini dalam menjalankan misi maritime surveillance dan pemetaan wilayah bawah laut (oceanographic).

"Kapal ini akan menutup gap dalam memetakan wilayah bawah laut (underwater terrain) Indonesia", ujar Laksda Rachmad Lubis. Data Topografi bawah laut Indonesia perlu di-update dan data tambahan yang akan dikumpulkan kapal ini, akan sangat membantu, dikaitkan tugas pertahanan TNI AL.

Menurut pabrik pembuatnya, kapal OSVs 500 ton ini akan memiliki top speed 16 knot yang mengakomodasi 30 kru dan 6 tambahan penumpang.

Kolonel Budi Purwanto, selaku kepala kantor oceanographic dan hydrographic TNI AL mengatakan, kapal tersebut akan dilengkapi sensor yang mampu memetakan wilayah laut hingga kedalaman 6000 meter. Menurutnya, kapal ini juga akan dilengkapi kemampuan anti-kapal selam, meski tidak ada informasi detil tentang itu.

Sekelompok personnel TNI AL dijadwalkan tiba di Les Sables d'Olone, Prancis, pada Juli 2014, untuk mengikuti training dan pengenalan kapal selama Lima minggu.

Kapal OSV dijadwalkan akan diserahkan ke Indonesia pada Januari 2015 dan kapal kedua dijadwalkan September 2015.

Pembelian kapal Maritime survellance dan pemetaan wilayah bawah laut ini, menunjukkan TNI AL sedang meningkatkan usahanya untuk memetakan wilayah bawah laut Indonesia yang merupakan negara kepulauan, juga untuk meningkatkan kemampuan perang bawah laut mereka.

Armada bawah laut Indonesia saat ini termasuk dua kapal selam Cakra Type 209/1300-class yang aktif tahun 1981. Status operasional kapal ini, tidak diketahui. Sejumlah kapal selam modern akan bergabung dengan TNI AL, termasuk 3 kapal selam Chang Bogo Class yang bergabung tahun 2018, sehingga TNI AL membutuhkan data topografi bawah laut Indonesia, yang lebih detil. (Janes.com | JKGR)

Mengintip Upgrade F-16 Blok 25 Hibah

Posted: 01 Jul 2014 03:58 PM PDT

F-16 C/D Blok 25 upgrade TNI-AU sudah semakin didepan mata. Situs TNI-AU mengabarkan, para calon penerbang telah dikirim ke Amerika Serikat untuk berlatih menggunakan pesawat hibah tersebut. Dari data yang didapat ARC, F-16 tersebut akan tiba pada akhir Juli 2014 nanti.

Mengintip Upgrade F-16 Blok 25 Hibah

Dari sisi avionik, kemampuan F-16 C/D Blok 25 Upgrade itu telah mengalami peningkatan kemampuan signifikan. Dari data yang dikeluarkan Kementrian Pertahanan pada Oktober lalu, terlihat jelas sejumlah modifikasi dan peningkatan itu. Diantaranya adalah pemasangan Modular Mission Computer, Digital Video Recorder, IDM, dan lainnya. Namun demikian untuk radar tampaknya masih menggunakan standar Blok 25 yaitu APG-68 (V). Itu untuk urusan avionik. Di kokpit sejumlah sentuhan modernisasi juga dilakukan. Diantaranya pemasangan Common Color Multifunction Display, NVIS cockpit dan lainnya. Ditambah pula dengan perangkat bela diri berupa RWR ALR-69, External ECM dan lainnya. untuk lengkapnya, lihat bagan dibawah ini.



Selain upgrade kemampuan, dilakukan juga peremajaan struktur berupa program Falcon Star. Dengan program ini usia pesawat akan meningkat hingga 10.800 EFH (equivalent Flying Hours). Jika penggunaan pesawat sebanyak 200-300 EFH pertahun, maka F-16 hibah itu masih bisa digunakan antara 12 hingga 24 tahun.

Untuk Proyek ini Kemenhan tampaknya tidak main-main. Sejumlah persenjataan juga diborong, meski dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Beberapa diantaranya adalah AIM-120 C7 AMRAAM, JDAM Kit, hingga JHMCS (joint helmet mounted cueing system). Namun demikian, khusus pengadaan senjata ini masih menunggu persetujuan Pemerintah Amerika Serikat.



Memang disadari F-16 Blok 25 Upgrade ini masih kalah canggih dibanding F-16 Blok 52 milik Singapura. Namun demikian, upaya ini patut diapresiasi, karena mampu mengembangkan otot TNI-AU secara signifikan. (ARC)

Menyambut F-16C/D Fighting Falcon Block 52 ID TNI AU

Posted: 01 Jul 2014 03:50 PM PDT

Gurun Sonora yang kering di perbatasan negara bagian Arizona dan Meksiko, menjadi lokasi yang cukup bersejarah bagi TNI AU saat enam penerbang tempur F-16 dari Skuadron Udara 3 tengah menjalani latihan konversi instruktur 24 F-16C/D Fighting Falcon Block 52ID yang akan dimiliki Indonesia dalam waktu dekat.

Menyambut F-16C/D Fighting Falcon Block 52ID TNI AU

Keenam penerbang tempur itu telah tiba di Tucson, Arizona, pada 25 Juli lalu, untuk kemudian menjalani latihan konversi itu di Pangkalan Udara Hill (Hill AFB), Utah.

Mereka adalah Komandan Skadron Udara 3, Letnan Kolonel Penerbang Firman Foxhound Dwi Cahyono (40 th), Mayor Penerbang Anjar Beagle Legowo (38 th), Mayor Penerbang Bambang Bramble Apriyanto (34 th), Kapten Penerbang Pandu Hornet Eka Prayoga (31 th), Kapten Penerbang Anwar Weasel Sovie (30 th) dan Kapten Penerbang Bambang Sphynx Yudhistira (30 th).


Mereka semua menjadi aktor pelaku Proyek Bima Sena II, dengan sebagian misinya membawa pulang pada batch pertama ke-24 F-16 Block 52ID eks Angkatan Udara Penjaga Negara Amerika Serikat (US National Guard Air Force) semacam garda cadangan militer Amerika Serikat).

Rencananya, menurut Kepala Subdinas Penerangan Umum TNI AU, Kolonel Penerbang Agung Sharky Sasongkojati, mereka akan menerbangkan tiga pesawat tempur itu pada 15 Juli nanti.

"Jika semuanya lancar, mereka dijadualkan mendarat di landas pacu Pangkalan Udara Utama TNI AU Iswahyudi, Madiun, pada 20 Juli nanti. Mereka terbang fery dari Hill AFB (Utah)-Ellisen AFB (Alaska)-Andersen AFB (Guam), dan langsung ke Madiun. Karena ini penerbangan jarak jauh, mereka harus mengisi bahan bakar di udara beberapa kali," katanya.

Selama ini, Indonesia memiliki 12 F-16A/B Block 10/15 alias generasi perdana pada dasawarsa '80-an yang ditempatkan dalam Skuadron Udara 3. Dalam perjalanan waktu, dua di antara F-16 TNI AU itu jatuh dan dinyatakan total loss, alias hancur total, sehingga hanya 10 yang tersisa dan sepanjang waktu diterbangkan untuk misi latihan, patroli udara, kawal VVIP, dan lain sebagainya.

Mengakuisisi arsenal militer --sebagaimana pesawat tempur generasi terkini-- bukan hal mudah untuk diwujudkan. Katakanlah uangnya ada, belum tentu negara pemilik (teknologi) membolehkan negara lain memilikinya. Banyak hitung-hitungan non teknis apalagi politis yang turut campur; ini juga yang sempat terjadi pada Indonesia dan Amerika Serikat.

Pada periode kedua kepemimpinan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, niat baik dari mereka atas kemajuan dan modernisasi arsenal dan peningkatan kapasitas SDM TNI (baca: juga TNI AU) semakin diwujudkan.

Salah satu bentuknya, Proyek Bima Sena II ini bisa diwujudnyatakan, dan batch pertama berupa tiga pesawat terbang F-16C/D Block 52ID ini akan segera mendarat di Tanah Air.

Apa perbedaan mendasar F-16A/B Block 10/15 OCU di Skuadron Udara 3 kini dengan yang akan datang nanti itu? "Ibaratnya mobil SUV yang umum dijumpai itu memiliki mesin 1.500 cc dengan konfigurasi standar, maka yang akan datang ini sudah diberi mesin lebih besar, semua sistemnya diganti dengan yang lebih baru dan canggih," kata Sharky.

Secara fisik dan dimensi, kata dia, F-16 baru eks Angkatan Udara Penjaga Negara Amerika Serikat itu sama saja dengan yang sekarang ada. Sama persis, bisa dibilang begitu.

"Yang berbeda, yang baru akan lebih gesit dan bertenaga karena mesinnya, Pratt & Whitney 220, lebih baik kinerjanya ketimbang PW 200 yang kini dipakai. Juga sistem operasi dan kendali komputer, semuanya diganti," katanya.

Peremajaan semua sistem di sekujur tubuh F-16C/D Block 52ID ini tengah dilakukan di Ogden Air Logistics Center, di Hill AFB, sementara mesin-mesin PW 220 ditingkatkan kinerjanya dan dikalibrasi ulang di fasilitas pabrik Pratt & Whitney di Old Kelly AFB, San Antonio, Texas.

Selama ini, Amerika Serikat memiliki lahan terbuka penyimpanan ribuan pesawat terbang tempur dari berbagai kelas, tipe, dan varian, di Davis Monthan AFB/309th AMARG (309th Aerospace Maintenance  & Regeneration Group), Arizona.

Secara umum, ke-24 F-16C/D yang aslinya Block 25 itu sedang menjalani program The Common Configuration Implementation Program (CCIP) seperti yang dilakukan pada pesawat F-16 CD Blok 40/42 Angkatan Udara Amerika Serikat, agar menjadi Block 50/52.

Khusus untuk TNI AU, namanya menjadi Block 52ID (Indonesia), dengan penguatan struktur sesuai program Falcon STAR (Structural Augmentation Roadmap), sehingga usia airframe-nya bertambah menjadi 10.000 jam terbang alias sekitar 10 tahun lagi.

Dengan berbagai pertimbangan, "cara" untuk mengakuisisi F-16 serupa dan sekemampuan F-16 Block 52+ inilah yang ditempuh Indonesia. Diakui sejumlah sumber, sekitar 95 persen kemampuan dan unjuk kerja Block 52+ akan menempel di F-16 yang akan dibawa pulang Foxhound dan kawan-kawan itu.

Jika masa 10.000 jam terbang itu sudah habis, maka bisa diperpanjang lagi hingga 2.000 jam terbang lagi melalui Service Life Extension Program (SLEP) atau dua tahun lagi. Jadi secara teoritis dan keseluruhan, masa dinas F-16C/D Block 52ID akan habis pada 2026 atau 12 tahun lagi.

Peningkatan usia pakai mesin PW 220 juga akan begitu, setelah diganti semua komponen yang aus dan usang, maka usia pakai mesin bertambah 10.000 jam.

Sekedar informasi, F-16 Fighting Falcon termasuk primadona bagi para teknisi pesawat tempur karena sangat mudah merawatnya. Cuma kurang dari satu jam diperlukan mereka untuk mencopot atau meloloskan mesinnya secara utuh dari selongsong atau ruang mesinnya; memasangnya lagi juga sama saja!

Dengan airframe yang sama namun diberi mesin lebih kuat dan sistem avionika lebih canggih, maka ada keuntungan taktis dan strategis yang akan diraih.

"Lebih gesit dan cepat, itu sudah pasti. Tanpa tangki konformal mirip punuk di punggung fuselage, maka hambatan udara lebih kecil, sehingga meningkatkan kemampuannya untuk dog fight. Inilah salah satu yang sedang dilatihkan para penerbang kita di Hill AFB itu," kata Sharky.

Yang tidak kalah menarik, "mata" dan sistem penginderaan berupa radar F-16C/D Block 52ID ini juga diganti dengan yang lebih mumpuni untuk meladeni para lawan di udara.

Jadi, struktur rangka airframe sudah diperkuat, kabel-kabel dan soket-soket yang sudah diganti sehingga cocok dengan instrumen avionika dan persenjataan baru, dan lain sebagainya.

"Handling-nya sangat identik dengan F-16 kita selama ini," kata Sharky, yang sebelumnya juga penerbang tempur F-16 di Skuadron Udara 3 dengan 1.500 jam terbang itu.

Semua persenjataan yang dikeluarkan Amerika Serikat untuk dia bisa diterapkan, di antaranya peluru kendali udara-ke-udara jarak pendek AIM-9 Sidewinder P-4/L/M dan IRIS-T  (NATO) serta peluru kendali udara-ke-udara jarak sedang AIM-120 AMRAAM-C.

Juga bom berpenuntun laser, joint direct attack munition (bom berbasis GPS), peluru kendali AGM-65 Maverick, peluru kendali udara-ke-permukaan (laut) AGM-84 Harpoon, rudal AGM-88 HARM (anti radar), hingga kanon Vulcan 20 milimeter.

Sekalipun dilengkapi pengacak frekuensi lawan, F-16C/D Block 52ID ini juga dilengkapi pod navigasi dan sistem target untuk malam hari dan sistem SEAD (Supression of Enemy Air Defence), sistem yang sangat vital dalam supremasi di udara.

Satu hal yang krusial adalah pancaran frekuensi komunikasi dari pilot dan komando operasi, sehingga dia dilengkapi juga dengan Modem Data (yang) Ditingkatkan (Improved Data Modem).

Para pilot tempur kita dimungkinkan terbang mengandalkan komunikasi data, bukan suara lagi; komunikasi antar pilot, pusat kendali operasi, sistem radar di darat, udara, dan laut, memakai data saja. Mirip dengan komunikasi ber-SMS atau BBM; kira-kira demikian.

Di balik itu semua, "otak" semua sistem itu adalah Mission Computer MMC- 7000A versi M-5 yang dipakai Block 52+. Dia tidak berdiri sendiri, karena terkait dengan Improved Data Modem Link 16 Block-52,  Embedded GPS INS (EGI) Block-52 (gabungkan GPS dan Inertial Navigation System), AN/ALQ-213 Electronic Warfare Management System, dan ALR-69 Class IV Radar Warning Receiver.

Sistem pertahanan pasif didukung  ALE-47 Countermeasures Dispenser Set untuk melepaskan chaff/flare pengecoh peluru kendali, sementara radar AN/APG-68 (V) ditingkatkan kinerjanya juga. Sistem pertahanan dini ini sangat krusial pada pertempuran cepat jarak pendek dan saling kejar di udara (dog fight).

Siapa yang lebih cepat dan pandai memanfaatkan kelengahan lawan, dia yang menang.  (Antara)

Cerita dan Fakta Pembuatan Jet Tempur KFX/IFX

Posted: 01 Jul 2014 03:30 AM PDT

Indonesia tengah menuju kepada sistem kemandirian alat utama sistem persenjataan (alutsista). Caranya alat pertahanan dan keamanan canggih pun terus dikembangkan dan diproduksi oleh insinyur Indonesia.


Alutsista karya anak bangsa yang sedang dikembangkan, antara lain adalah jet tempur canggih. Program tersebut diberi nama Korean Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX) karena untuk pengembangan Indonesia menggandeng Korea Selatan.

Para insinyur Indonesia dan Korsel pun saat ini tengah bekerja keras merancang model, melakukan pengujian hingga bisa melahirkan purwarupa alias prototype jet tempur di negeri ginseng pada tahun 2020.


Pengembangan yang dimulai sejak tahun 2010 tersebut, memiliki fakta dan cerita menarik tentang masa depan pengembangan jet tempur asli karya pribumi seperti program IFX disebut-sebut menempatkan Indonesia sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang mulai mengembangkan jet tempur secara mandiri.

Apa fakta-fakta menarik lainnya tentang pengembangan jet tempur generasi 4.5 tersebut? Berikut fakta-faktanya :


Sempat Muncul Rumor Pembatalan

Program pengembangan KFX/IFX sempat diisukan dihentikan. Penghentian ini dikarenakan terjadi pergantian pemerintahan di negeri K-Pop tersebut. Pengembangan pesawat di atas F-16 tersebut akhirnya dilanjutkan kembali pada tahun 2013.

Untuk pembiayaan, sebanyak 80% ditanggung oleh pemerintah Korea Selatan dan 20% oleh pemerintah Indonesia.




Diproduksi 150 Unit Mulai 2022

Prototype jet IFX/KFX akan diluncurkan pada tahun 2020 di Korea Selatan. Selanjutnya 2 tahun berikutnya atau tahun 2022, IFX untuk versi TNI akan diproduksi secara massal di Indonesia. Produksi pesawat dilakukan setelah melalui penyesuaian rancangan pesawat yang sesuai dengan kebutuhan TNI dan kondisi geografis Indonesia.

"Untuk buat pesawat terbang militer itu normal 8 tahun. Apalagi skala fighter kalau pesawat kecil biasa cuma 4 tahun. Produksinya 2022. Prototype harus terbang pada tahun 2020. Itu sudah terbang. Itu untuk 2 negara," kata Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) Budi Santoso kepada detikFinance beberapa waktu lalu.

Saat diproduksi bersama, KFX/IFX akan diproduksi sebanyak 150 unit. Dengan rincian Angkatan Udara Korea Selatan memperoleh 100 unit (KFX) dan Angkatan Udara Indonesia mendapatkan 50 unit (IFX). IFX sendiri akan diproduksi pada fasilitas kedirgantaraan milik PT Dirgatara Indonesia (Persero) di Bandung Jawa Barat.

Ajang Pembuktian Insinyur RI

Insinyur atau tenaga ahli kedirgantaraan Indonesia saat ini tengah merancang program pengembangan jet tempur canggih bernama Indonesia Fighter Xperiment (IFX). Pesawat IFX merupakan jet tempur canggih generasi 4.5 dan memiliki teknologi di atas F16. Untuk pengembangan jet tempur versi lokal tersebut, insinyur Indonesia dinilai memiliki kemampuan yang mumpuni.
"SDM kita diakui cukup baik dan punya kemampuan bahkan untuk beberapa (insinyur) di atas mereka jadi kalau masalah SDM kita cukup unggul," kata Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Silmy Karim saat berbincang kepada detikFinance.

Kemampuan insinyur Indonesia telah teruji. Program pengembangan pesawat seperti CN 235, N 250, N 2130 menjadi pembuktian para ahli pesawat Indonesia. Bahkan para insinyur RI saat ini bertebaran di perusahaan pesawat dunia seperti Boeing, Airbus hingga Embraer.

"Waktu kita bikin N250 diketawain terus rancang N2130 semua ketawain, termasuk dari luar negeri ketawain kita. Sekarang terbukti, pesawat sejenis banyak dipakai di Indonesia (ATR hingga Boeing 737)," jelasnya.

Tetap Berjalan Meski Pemerintah Berganti

Pada 9 Juli nanti akan ditentukan presiden baru Indonesia untuk periode 2014-2019. Lantas bagaimana nasib program strategis nasional yang bersifat jangka panjang, seperti pengembangan jet tempur canggih bernama Indonesia Fighter Xperiment (IFX)?

Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT Dirgantara Indonesia (persero) Budiman Saleh menjelaskan pengembangan proyek pesawat tempur KFX/IFX akan terus berlanjut, meski presiden di Indonesia maupun di Korea Selatan telah berganti.

"Itu masuk blue print pemerintah, akan diteruskan oleh siapapun presidennya," kata Budiman.

Tak Tergantung Jet Tempur Impor

Sebetulnya seberapa penting pengembangan jet tempur asli buatan lokal yang membutuhkan dana triliunan rupiah tersebut?

Kepala Program Pesawat Terbang Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Agus Aribowo menilai pengembangan jet IFX saat penting bagi kemandirian alat utama sistem senjata (Alutsista).

"Namanya pengembangan pesawat pesawat tempur itu adalah indikator kemandirian bangsa kalau pesawat sipil kan kita bisa beli ke Amerika seperti di Boeing," kata Agus kepada detikFinance.

Indonesia bisa saja membeli jet tempur canggih dari beberapa negara. Namun karena Indonesia secara politik tidak memihak alias non blok sehingga produsen jet tempur tidak bisa atau enggan memberikan kelengkapan maksimal untuk produk jet tempur yang dijual.

Agus mencontohkan antara jet F-16 milik Indonesia dan Singapura. Kedua negara memiliki pesawat serupa namun pesawat milik Singapura jauh lebih unggul karena Amerika Serikat selaku produsen memberikan produk terbaik. Pasalnya Singapura dan Amerika memiliki keterikatan yang kuat alias sekutu.

"Kalau kita beli pesawat pasti ada yang dikurangi seperti sistem persenjataan dikurangi jadi kita nggak  bisa mandiri. Kalau F-16 Indonesia perang dengan F-16 Singapura, kita pasti kalah karena kemampuan taktis kita kalah. Terus sistem persenjataan dipereteli," sebutnya.

Jika mengembangkan jet tempur secara mandiri, Agus menyebut Indonesia bisa melakukan inovasi produk jet tempur sesuai kebutuhan dan perkembangan teknologi. Pasalnya pesawat tempur merupakan tekenologi termutakhir di industri pesawat terbang.

"Kita bisa berinovasi, kita bisa berkreasi sesuai dengan kemampuan dan kemauan," jelasnya.

Pesaing Jet Rafale Milik Prancis dan F-18 Milik USA

Pesawat KFX/IFX masuk generasi 4.5. Seri KFX/IFX sendiri dirancang memiliki kemampuan setara bahkan mengungguli  jet tempur tipe F-18 Super Hornet buatan Amerka Serikat, Eurofighter Typhoon buatan Inggris, hingga Dessault Rafale buatan Prancis. Pesawat generasi 4.5 mulai dikembangkan pada dekade 1990an. Pesawat generasi 4.5 ini masih diproduksi hingga kini, meskipun pengembangan jet tempur telah memasuki generasi 5 dan 6.

Pakai Teknologi Anti Radar

Jet tempur Indonesia Fighter Xperiment (IFX) memiliki kecanggihan yang mumpuni. Pesawat yang bakal diproduksi pada tahun 2020 itu, memiliki kemampuan anti radar. Dengan teknologi generasi 4.5, jet IFX bisa mengelabui radar musuh.

"Dia mengembangkan anti radar, sistem radar paling canggih. Dia kelihatan di radar sedikit atau samar-samar di radar, kalau F-16 itu kelihatan di radar," kata Kepala Program Pesawat Terbang Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Agus Aribowo kepada detikFinance.

Selain itu, sistem elektronik (avionic) memakai teknologi terkini. Untuk meningkatkan kemampuan, IFX juga memakai kerangka pesawat yang ringan sehingga membuat manuver menjadi gesit.

"Kemudian bisa bermanuver tinggi, perlu structure yang kaut dan ringan. Kemudian sistem avionic terbaru," sebutnya. (Detik)

Indonesia Mulai Produksi Kapal Selam di Tahun 2015

Posted: 01 Jul 2014 12:58 AM PDT

Indonesia dan Korea Selatan saat ini sedang mengembangkan jet tempur generasi 4.5. Pengembangan alat utama sistem persenjataan (alutsista) tidak berhenti di situ. Awal 2015 nanti, Indonesia memulai pembuatan kapal selam versi lokal.

Indonesia Mulai Produksi Kapal Selam di Tahun 2015

Pengembangan kapal selam ini ini dilakukan di area galangan kapal milik PT PAL (Persero) di Surabaya Jawa Timur.

"Kapal ke-3 dibangun di PAL. Harusnya November 2014, tapi akhirnya jadi awal 2015 mulai membangun, karena persiapan penyediaan fasilitas kapal selama ada sedikit kendala," kata

Demikian Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Silmy Karim kepada detikFinance saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (30/6/2014).


Pengembangan kapal selam tersebut merupakan bagian kontrak pembelian 3 unit kapal selam. Sebanyak 2 unit kapal selam sedang diproduksi di Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME), Korea Selatan, sedangkan 1 unit lagi dibuat di Indonesia. Kapal yang diproduksi adalah tipe DSME 209.

"Desain masih gunakan Korea punya tapi ada alih teknologi ke SDM Indonesia agar kapal selama yang kita miliki sesuai kondisi perairan Indonesia," sebutnya.

Setelah pengembangan di Indonesia dimulai, pemerintah Indonesia berencana mengembangkan 3 unit kapal selam baru pada fasilitas milik PAL setiap 5 tahun.

"Di dalam renstra akan dibangun 3 unit. Renstra 2014-2019 akan dibangun 3 lagi dan sedang menunggu persetujuan," tegasnya. (Detik)

No comments